Kamis, 29 Oktober 2015

Imam Al-Ghazali - Antara Orang YangTawakal Dan Yang Sembrono

Kajian Kitab Imam Al-Ghazali - Godaan Ibadah
orang tawakal dan orang sembrono



Orang-orang yang telah mengaitkan hatinya kepada rezeki dan hawa nafsu maka cintanya kepada Allah akan berkurang, bahkan akan sama sekali menjadi lupa. Batinnya disibukkan dengan kecemasan-kecemasan dalam hidup di dunia ini. Tampak ia demikian sibuk mencari rezeki, mengejar-ngejar dunia, dan rasanya waktu-waktunya hanya dipergunakan untuk mencari harta kekayaan, sehingga tak ada lagi tempat untuk beramal ibadah.


Dan batinnyapun demikian juga, tak kalah ramainya, memikirkan cara mengejar kekayaan, memikirkan rezeki yang hendak diraih dan antara bimbang dan keinginan-keinginan yang tak pernah sepi. bahkan tiap-tiap orang yang lemah hatinya, maka ia akan terus menerus dipacu dengan suasana batin yang memikirkan tentang rezeki. Ia tidak dapat tenang sebelum dapat memenuhi keinginan yang meledak-ledak.

" Ada dua macam sosok manusia yang berjalan dimuka bumi ini, yang tawakal dan yang sembrono "
Demikian ujar Nabi Muhammad SAW.


Orang yang sembrono dan yang tawakkal tampaknya berada ditempat yang ditempati jurang pemisah.
Orang yang sembrono di dunia ini jika melakukan sesuatu hanya didasarkan asal ada kekuatan dan keberanian saja. Ia tak pernah memikirkan rintangan-rintangan yang membahayakan, maka berlaku baginya segala apa saja.


lain dengan orang yang tawakal, ia banyak berfikir dan tak mudah untuk melalkukan amalan/pekerjaan sebelum dipertimbangkan. Agaknya sosok orang tawakal sudah terbiasa untuk berfikir dan memperhitungkan kekuatan, mempertimbangkan keadaan dan mempunyai keyakinan bahwa segalanya adalah jaminan Allah.


Sesungguhnya orang yang lemah agamanya, maka ia selalu bimbang dalam melakukan amal perbuatan -- antara maju dan mundur-- lelah dan kebimbangan. Ia hanya  menanti-nanti, jiwanya beku, tak lagi bisa berfikir bagaimana berbuat mulia, kalu toh bisa berfikir dan berbuat, pastilah gagal di tengah jalan, tak lagi bisa melakukan ibadah dengan sempurna.


Orang yang menggantungkan dirinya terhadap kehidupan dunia saja, dan fikirannya selalu ramai tentang; bagaimana memperolah harta kekayaan yang banyak, ia akan memperolah kesulitan dalam mencapai kemuliaan. Akan tetapi secara tak disadarinya, ia hanya membuang-buang waktu saja, terkecoh dan mengorbankan harga diri di mata Allah.


Apabila ia seorang raja maka tanpa banyak pikir dan pertimbangan,akan langsung terjun ke medan perang. Yang diharapkan hanya kemenangan, kekuasaan dan harta rampasan.


Jika ia seorang pedagang maka iapun pergi kesana kemari menghadapi bahaya. Ditengah samudera ia berlayar antara selamat dan mati hanya untuk meraih keuntungan. Digurun pasir nan tandus ia pertaruhkan keselamatan atau bahaya yang menimpa hanya untuk memetik kekayaan. Dan jika ia beruntung, maka ia mendapatkan yang di inginkannya; harta yang menumpuk.


Jika ia seorang pengusaha, maka setiap hari pergi dan pulang, badannya dilelahkan oleh pekerjaannya. Pikirannya bisa saja lelah oleh beban-beban masalah yang tak terpecahkan. Demikianlah waktu-waktu hidupnya disibukan dengan kegiatan untuk mengejar dunia tanpa memikirkan Allah, dan tak pernah dilandasi oleh tawakal sama sekali.


Orang-orang yang demikian, pastilah dalam hatinya akan timbul suatu kegoncangan-kegoncangan, khawatir, rasa cemas dan takut.
Rasa cemas kekuasaannya akan ditumbangkan, bagi penguasa atau raja.
Rasa takut hartanya dan usahanya bangkrut bagi pengusaha.
Rasa was-was bila langganannya tak sudi lagi datang kepadanya, bagi orang yang berdagang di pasar.
Dan masih banyak contoh lain yang jika di olor teruskan akan bisa mencapai ufuk timur dan barat.


lain lagi dengan orang yang tawakal dalam urusan dunia dan rezeki. Ia sepenuhnya menggantungkan dirinya, menyerahkan urusan rezekinya kepada Allah semata. Hidunya dimodali dengan tawakal, mengabdi kepada Allah saja dan tiada terpengaruh oleh faktor-faktor lain yang bisa meramaikan hatinya, melelahkan pikirannya dari dunia. Dengan demikian, hatinya tetaplah bersih dari kotoran, dadanya tetap lapang menerima takdir, qalbunya tetap jernih tak tercemari oleh hal-hal lain diluar ibadah. Sebab pendiriannya ialah mengabdi sepenuhnya kepada Allah, dan soal rezeki Allah yang berhak mengatur. Dengan begitu, ketenangan tetap menjadi miliknya.
Orang demikian ini merasa bebas berjalan dimuka bumi ini tanpa ada rasa was-was, rasa takut, rasa cemas dan khawatir. kemana saja ia tak pernah terbelenggu oleh pikirannya sendiri baik mencari ilmu ataupun beribadah. Tak ada godaan yang menghalangi ibadahnya sehingga dengan mudahnya ia mencapai derajat dan kehormatan yang tinggi. Jiwa mereka telah kuat karena dilapisi dengan tawakal kepada Allah

Sabda Rasulullah:

" Barangsiapa yang menginginkan jadi orang kuat, hendaklah bertawakal kepada Allah. 
Barangsiapa yamg merindukan dirinya agar menjadi orang yang mulia hendaknya ia taqwa kepada Allah. 
Barang siapa yang ingin menjadi orang yang paling kaya maka hendaklah ia lebih percaya kepada kekuasaan Allah daripada kekuatan dirinya sendiri".

Baca Juga :


Jadilah peran dalam suatu perjuangan umat dan jangan hanya jadi penonton, sungguh rugi diakhirnya nanti.