Tampilkan postingan dengan label Kajian. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Kajian. Tampilkan semua postingan

Selasa, 10 Desember 2019

Menjawab Habib Ali Al Jufri yang Membolehkan Ucapan Selamat Natal

menjawab habib ali al jufri membolehkan selamat natal

Meninjau ulang "Selamat Natal" Habib Ali Al Jufri

Oleh : Al-Faqir Muhammad Hanif Alathas, Lc. (ketua Umum Front Santri Indonesia)

Hari-hari ini beredar luas video Fadhilatul Habib Ali al-Jufri – hafidzhohullah- yang berisi fatwa beliau tentang hukum mengucapkan selamat Natal. Fatwa beliau menjadi polemik serta menuai pro kontra ditengah Umat Islam Indonesia, khususnya kalangan penuntut Ilmu Agama. Awalnya alfaqir sungkan untuk ikut berkomentar dalam hal ini, karena Hb Ali adalah sosok Da'i yang tidak asing lagi kiprahnya dalam dunia dakwah. Namun seiring derasnya pertanyaan yang masuk ke alfaqir terkait masalah tersebut, maka amanat ilmu mengharuskan alfaqir untuk menyampaikan apa yang harus disampaikan agar selamat dari ancaman Nabi saw bagi mereka yang menyembunyikan ilmu. Tentunya, tulisan ini hanyalah corat coret ilmiah, tanpa mengurangi rasa hormat, ta’dzhim dan mahabbah alfagir kepada beliau. Harap dibaca dengan seksama dan utuh, agar dapat difahami dengan baik.

Senin, 24 Juni 2019

Gagal Paham Tentang Menempelkan Mata Kaki dalam Shalat Berjamaah

gagal paham menempelkan mata kaki

Menempelkan Mata Kaki dengan Mata Kaki

Oleh : Ustadz. Abdullah Al Jirani

Dalam kitabnya yang berjudul “Minhatul ‘Allam Syarh Bulughil Maram” (3/411) – lihat gambar terlampir -, Asy-Syaikh Abdullah bin Shalih Al-Fauzan –hafidzahullah- menjelaskan akan kesalahan pemahaman beberapa pihak tentang masalah menempelkan mata kaki dengan mata kaki ketika bershaf (berbaris) dalam salat.

Merapatkan Shaff Shalat dengan Menempelkan Ujung Jari Kaki, Sunnahkah?

menempelkan ujung jari kelingking

MENGURAI SALAH PAHAM TENTANG MERAPATKAN & MELURUSKAN SHAFF

Oleh : Ustadz. Abdullah Al Jirani

Awalnya, kami ingin menyusun artikel tentang permasalahan “meluruskan dan merapatkan shaff” secara luas dan detail. Akan tetapi, karena telah ada beberapa penulis yang menyusunnya, maka niat tersebut kami urungkan. Kali ini kami hanya akan fokus untuk membahas kekeliruan dalam hal memahami dan mengamalkan hadits-hadits tentang merapatkan dan meluruskan shaff saja. Dikarenkan masih sangat sedikit yang membahasnya.

Jumat, 14 Juni 2019

Hukum Shalat di Masjid yang Ada Simbol Segitiganya | Fenomena Masjid Al Safar


SIMBOL SEGITIGA DI MASJID DAN HUKUM SALAT DI DALAMNYA

Oleh : Abdullah Al Jirani

Dulu, saya pernah kedatangan tamu dari Padang, Sumatra. Waktu tiba waktu salat Ashar, saya ajak para tamu tersebut untuk salat di salah satu masjid milik komunitas tertentu. Saat masuk masjid, tamu saya heran. Beliau tanya : “Apakah ini masjid, ustadz. Kok tidak ada mihrabnya ? kayak rumah saja”. Saya jawab : “Iya, pak. Ini masjid.” Selain tidak ada mihrabnya, juga tidak ada kubah, menara, atau ciri-ciri khas masjid di Indonesia. Lebih tepat disebut rumah atau aula.

Selasa, 14 Mei 2019

Rambut Nabi Muhammad Ditangan Opick Akan Menimbulkan Khurafat? Ini Jawaban Dewan Ulama Thariqah



Polemik Rambut Nabi Muhammad yang dipegang oleh Opick semakin meluas. Banyak pihak yang meragukan keasliannya dan menganggap rambut tersebut palsu dan menuduh Opick hanya mencari sensasi, bahkan ada pihak yang menganggap rambut suci tersebut akan menimbulkan khurafat, yaitu meminta kepada rambut tersebut, bukan kepada Allah.

Minggu, 12 Mei 2019

Wahabi Tentang Rambut Nabi yang Dibawa Opick; Itu Hoaks

wahabi rambut nabi opick

Kelompok Wahabi mulai gerah dengan berita kedatangan Opick yang membawa sehelai Rambut Mulia nabi Muhammad dari Turki yang didapat dari Dewan Ulama Thariqah International. Mereka mulai kasak kusuk dengan datangnya salah satu bagian tubuh Nabi yaitu rambut suci sebagai rahmat dan anugerah dari Allah untuk para pecinta dan perindu Rasulullah di negeri ini.

Senin, 18 Maret 2019

Tulisan UAS Tentang Ibundanya yang Meninggal Dunia di Pekanbaru

Tulisan uas tentang ibundanya

Kabar duka tersiar dari keluarga Ustadz Abdul Somad di Riau. Ibunda tercinta telah berpulang kepada Sang Khalik. Hj. Rohana meninggal di Rumah Sakit Sansani Pekanbaru Riau. Ustadz Mustafa Umar dan KH. Abdullah Gymnastiar membenar peristiwa duka tersebut.

Sabtu, 02 Maret 2019

KH. M. Najih Maimoen Menolak Tegas Munas NU 2019 | Non Muslim adalah KAFIR

KH M NAJIH MAIMOEN TOLAK MUNAS NU

Salah satu keputusan dari Munas Alim ulama dan konferensi besar NU di Banjar Jawa Barat adalah melarang penyebutan kata KAFIR kepada umat selain islam, dan menggantinya menjadi Non Muslim. Alasannya karena menyakiti hati mereka, dan istilah KAFIR tidak dikenal dalam sistim kewarganegaraan, dan umat islam dan mereka ( kafir ) punya hak yang sama di mata konstitusi.

Keputusan heboh NU tentang larangan penyebutan KAFIR kepada non muslim ini sudah mendapat jawaban dan tantangan dari banyak ulama, sebut saja Ustadz Abdul Somad, Tengku Zulkarnain dll. Bahkan dari kiyai NU sendiri banyak mendapat sanggahan dan sindiran.

Kamis, 14 Februari 2019

Dzikir Jahar Berjamaah dan Sesudah Shalat Adalah Sunnah Nabi

Dzikir jahar berjamaah
Majelis Dzikir Surau Suluk Rabbani, Solok

Berdzikir dengan metode jahar atau bersuara keras memiliki sandaran kuat dari Al Quran dan Hadits. Di antaranya adalah firman Allah Ta’ala:

فَإِذَا قَضَيْتُمُ ٱلصَّلَوٰةَ فَٱذْكُرُوا۟ ٱللَّهَ قِيَٰمًا وَقُعُودًا وَعَلَىٰ جُنُوبِكُمْ فَإِذَا 
“Maka jika engkau telah menunaikan shalat, berdzikirlah kepada Allah dengan keadaan berdiri, duduk dan berbaring”. (an Nisaa’: 103)

Pengertian Manhaj dan Pergeseran Maknanya Saat Ini

beda manhaz

BEDA MANHAJ ?
Oleh: Ustadz Abdullah Al Jirani

Kata manhaj, secara bahasa bermakna metode/cara. Adapun secara istilah, adalah sebuah metode yang berisi kumpulan kaidah-kaidah dan batasan-batasan untuk memahami agama (baca : dalil) dengan benar sesuai dengan apa yang diinginkan oleh Allah dan Rasul-Nya. Metode ini telah ada sejak zaman Nabi shallallahu alaihi wa sallam, walaupun sebatas pemahaman yang ada dibenak para sahabat. Kemudian hal ini diwariskan kepada generasi setelahnya dan seterusnya.

Minggu, 27 Januari 2019

Dunia Tak Lengkap Tanpa Orang Dungu, Abaikan Mereka Jika Anda Cerdas dan Berakal


ABAIKAN, KAWAN !

Selasa, 15 Januari 2019

Jangan Tinggalkan Adat Jika Tak Bertentangan dengan Al Quran dan Sunnah

jangan tinggalkan adat tak bertentangan dengan sunnah

JANGAN MENINGGALKAN ADAT

Oleh : Ustadz. Abdullah Al Jirani
(Pembina dan pengajar di Lembaga Dakwah dan Bimbingan Islam/LDBI Darul Hikmah Solo, Alumni Mahad Darul Hadits Dammaj Yaman)

Sabtu, 29 Desember 2018

Jangan Membatasi Istilah Syara' dalam Islam dengan Makna Terbatas



MEMBATASI MAKNA ISTILAH-ISTILAH SYARA’

Sering kali,sebagian istilah dalam syara' (agama) dipahami dengan berbagai makna yang terbatas. Padahal, makna asalnya lebih luas darinya. Sehingga hal ini menimbulkan berbagai kesalahan dalam menetapkan dan menyikapi sebuah hukum syara’. Kondisi ini diperparah dengan adanya berbagai pemahaman yang keliru terhadap sebagian istilah-istilah tersebut. Diantara contohnya sebagai berikut :

1). Membatasi makna “perintah” kepada perkara yang wajib saja. Jika ada “perintah” di dalam Al-Qur’an ataupun hadits nabi, maka hanya dibawa kepada makna ini. Padahal, perintah itu ada yang wajib dan ada yang sunnah. Sehingga, jika ada seorang yang meninggalkan suatu perintah, langsung dihukumi dan disikapi sebagai seorang yang meninggalkan kewajiban walaupun saat itu dia sedang meninggalkan suatu perkara yang hukumnya sunnah.

2). Membatasi makna “larangan” hanya pada perkara yang “haram” saja. Seluruh larangan di dalam Al-Qur’an ataupun hadits nabi, maka dipahami hukumnya “haram”. Padahal, larangan itu bisa jadi haram, dan bisa jadi makruh. Sehingga kalau ada seorang yang melakukan perkara yang hukumnya makruh, disikapi seolah melakukan perkara haram.

3). Membatasi “dalil” dari Al-Qur’an dan Sunnah hanya dengan dua makna saja, pertama : contoh dari nabi, dan kedua : dalil yang secara spesifik menunjukkan atau memerintahkan kepada suatu perkara. Sehingga setiap perkara yang “tidak ada contohnya dari nabi”, atau tidak ada dalil yang menunjukkannya secara spesifik, maka dihukumi sebagai “perkara baru” (baca : bid’ah). Ini sebuah kesalahan. Dalil itu tidak hanya Al-Qur’an dan hadits, tapi masih ada ijma’ dan qiyas. Ini yang disepakati. Ada lagi berbagai “dalil” lain selain empat hal ini, seperti : ucapan sahabat, syari’at sebelum kita, istihsan, ishtishab, dan yang lainnya.

4). Membatasi cara istifadah (mengambil faidah) dari sebuah dalil hanya dengan “contoh dari nabi” dan meniadakan yang lainnya. Padahal istifadah dari sebuah dalil, terbagi menjadi dua, pertama dari sisi lughah (bahasa) dan yang kedua dari sisi dilalah (penunjukkan). Dari dua hal ini masih terbagi lagi menjadi berbagai macam hal.

5). Membuang hadits dhaif (lemah) secara mutlak. Padahal, hadits yang lemah secara riwayat, belum tentu dhaif secara dirayah (matan/isi)nya. Karena isinya bisa jadi dikuatkan dan ditunjukkan oleh dalil lain yang shahih, mungkin dari Al-Qur’an, atau hadits, atau Ijma’, atau qiyas dan yang lainnya.

6). Tidak mengamalkan hadits dhaif secara mutlak. Padahal mengamalkan hadits dhaif dalam fadhailul a’mal (keutamaan amalan), atau dalam bab targhib wa tarhib, atau akhlak, atau yang semakna dengan hal ini adalah boleh dengan ijma’ ulama’ muslimin sebagaimana disebutkan oleh Imam An-nawawi –rahimahullah-.

7). Membatasi istilah “sunnah” sebagai al-huda (petunjuk) yang bersifat mutlak dan harus, dengan jargon “kembali kepada Al-Qur’an dan sunnah”. Sehingga ketika ada seorang yang tidak mengamalkan suatu perkara yang hukumnya “sunnah” menurut hukum taklifiyyah, disikapi sebagai seorang yang telah keluar dari petunjuk (baca : sesat/hizbi).

8). Dan masih banyak lagi contoh-contoh yang lainnya....(semoga di suatu waktu diberi kemudahan untuk mengumpulkannya dalam sebuah buku dengan penjelasan yang lebih detail. Amin...)

Delapan perkara yang tersebut di atas, merupakan fakta yang beredar di kalangan sebagian muslimin. Bahkan di sebagian da’i. Ini menjadi PR kita bersama untuk bahu-membahu meluruskannya. Oleh karenanya, dalam memahami istilah-istilah syara’, perlu kiranya (kalau tidak dikatakan wajib) untuk menimbang dengan timbangan yang ilmiyyah, adil, serta menyeluruh. Jangan mengambil sepotong dan membuang potongan lain. Jangan melihat dari satu arah saja, dengan meninggalkan arah yang lain. Semoga bermanfaat.

Ditulis oleh: Abdullah Al Jirani
[Pembina dan pengajar di Lembaga Dakwah dan Bimbingan Islam/LDBI “Darul Hikmah”, Solo – Indonesia]


Rabu, 19 Desember 2018

Poligami Adalah Solusi dan Salah Satu Tanda Kesempurnaan Islam

poligami adalah solusi tanda kesempurnaan islam

POLIGAMI
Oleh: Ust. Abdullah Al Jirani

Terus terang, sampai saat ini saya “tidak” poligami (atau tepatnya “belum”,ya ? ), tapi bukan karena saya anti poligami atau ada penentangan dari istri. Tidak sama sekali. Alhamdulillah,Istri saya tidak pernah menentang poligami apalagi mengharamkannya. Justru beliau memberi ‘lampu hijau’ kepada saya untuk itu(tapi saya sendiri yang tidak punya “nyali” untuk mewujudkannya..he...he..).

Jumat, 14 Desember 2018

Musuh Ustadz Abdul Somad dari Dalam dan Luar Islam

musuh ustadz abdul somad

Ustadz Abdul Somad yang Terpanggang dari Dua Arah

“Laksana kue bika”, begitu Buya Hamka mencurahkan apa yang ia rasa, “Api membakar dari atas dan dari bawah.”

Rabu, 12 Desember 2018

Gambar Resmi KH Ahmad Dahlan dan Siti Walidah di Terbitkan oleh Muhammadiyah


Ormas Muhammadiyah dengan resmi meluncurkan foto resmi dua orang tokoh pendirinya yakni KH Ahmad Dahlan dan Siti walidah.  Gambar resmi KH Ahmad Dahlan dan istrinya tersebut dilounching oleh Prof. Haedar Nasir dan disaksikan oleh Wakil Presiden Jusuf Kalla dan Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo pada hari Minggu 8 November 2018 di Puro Mangkunegara Surakarta.

Senin, 10 Desember 2018

Fenomena Saling Tahdzir Mentahdzir Sesama Salafi

fenomena saling tahdzir sesama salafi

TAHDZIR DIBALAS TAHDZIR, SAMPAI KAPAN ?
Oleh : Abdullah Al Jirani

Ikut miris dan sedih, saat sebagian ustadz komunitas salafy mentahdzir sebagian yang lain. Karena yang satu sebelumnya mentahdzir komunitas salafy tertentu, akhirnya yang ditahdzir gantian membalas mentahdzir. Tabligh akbar yang ini ditahdzir, tabglihg akbar yang itu gantian ditahdzir. Akhirnya, terjadilah saling tahdzir-mentahdzir, saling menyesatkan, dan saling mengharamkan untuk mengambil ilmu dari masing-masing. Padahal, sama-sama dari komunitas salafy, kitab-kitab rujukannya sama, para ulama’nya sama, dan jargon-jargonnya pun juga sama.

Jumat, 07 Desember 2018

Menjawab Cibiran Ust Farhan Abu Furaihan Tentang Reuni 212 dan Reuni Perang Uhud

menjawab cibiran ustadz farhah abu furaihah

Seorang penceramah Wahabi Ustadz Farhan Abu Furaihan kembali mempertontonkan ketidakpahamannya terhadap ilmu agama. Sumbu pendek, begitu julukan umat bagi da'i da'i baru melek di kalangan kelompok "pemegang kunci syorga" tersebut.

Rabu, 05 Desember 2018

Orang yang Curang Bukan Umat Nabi Muhammad SAW

orang curang bukan umat nabi

Saat ini, apalagi di musim coblos-mencoblos berebut kursi empuk Pilpres dan lainnya nampaknya CURANG adalah sesuatu hal yang tak bisa dihindarkan, malah kecurangan dalam pemilu atau pemilihan ketua ormas dll nampaknya saat ini semakin terang-terangan, tanpa ada rasa malu ataupun takut, apalagi kecurangan orang-orang curang tersebut di beking oleh pihak yang berwenang.

Tapi berhati-hatilah, tidak ada kecurangan yang berakhir dengan kenyamanan dan kebahagiaan, belum ada kisah-kisah atau dongeng sekalipun yang ending ceritanya dimenangkan oleh orang yang curang.

Orang Curang Bukan dari Golongan Nabi Muhammad SAW

Ada banyak kita lihat para pendukung orang-orang kafir (Munafikun), pembela penista agama yang berbuat curang di dalam pemilihan kepala daerah (Pilkada) berKTP Islam, namun bangga dengan kecurangannya.

Apa kata Hadits tentang mereka;

Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw bersabda: “Barangsiapa yang menyerang kami, dengan senjata maka bukan termasuk golongan kami. Dan barangsiapa yang berbuat curang, maka bukan termasuk golongan kami.” (HR. Muslim, No. 279. Hadits dikutib dari Syarh Shahih Muslim, Imam An-Nawawi, jilid 1, hal. 793).

Dari Abu Hurairah, bahwa Rasulullah saw pernah melewati tumpukkan makanan lalu beliau memasukkan tangannya ke dalamnya lalu beliau menarik kembali tangannya dalam keadaan basah, beliau berkata, “Apa ini wahai pemilik makanan?” Dia menjawab, “(Basah) wahai Rasulullah.” Beliau berkata, “Kenapa kamu tidak menaruhnya di bagian atas makanan? Barangsiapa yang berbuat curang maka dia bukan termasuk golonganku.”
(HR. Muslim, No. 280. Hadits dikutib dari Syarh Shahih Muslim, Imam An-Nawawi, jilid 1, hal. 794).

Kata Mursyid tentang kecurangan orang-orang yang curang;

Sesungguhnya seluruh tipu daya mahklukNYA tidak akan pernah berhasil kepada orang-orang yang bertawakal, karena tawakal merupakan sebab pertama kuasa Allah menyertai kekuatan hamba-hambaNYA. Maka saksikanlah wahai manusia dan jin, semakin kalian menikmati tipu daya dan kecuranganmu, maka tunggulah kuasa dan perbuatan Allah pada kelompok dan diri kalian !
(Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah Ar-Rabbani)


Minggu, 02 Desember 2018

Tingkatan Gelar Ahli Hadits dan Syarat Syaratnya


Tingkatan dan gelar ulama hadits :

1. Al Hafidh (Al Hafidz) : Adalah gelar untuk ulama yang sudah hapal hadits lebih dari 100.000 hadits beserta sanad dan matannya, di zaman dahulu ada banyak ulama yang mencapai derajat ini, namun dijaman sekarang sudah sangat langka.