Selasa, 29 Desember 2015

Tambo Dan Sejarah Nagari Tanjung Balik X Koto Diatas Kab. Solok

TAMBO NAGARI TANJUNG BALIT 

tambo sejarah tanjung balit



SAKAPUA SIRIAH

Carano Kanso dari Balai. Bak Suto Jelo Bajelo.
Duduak Basamo Jo nan Pandai. Kok Salah Sapo Manyapo.

Kalilawa di Pulau Rambang. Anak Ruso Mati Tadabiah.
Kok Gawa Mintak Ditimbang. kok Doso Ampun nan Labiah.

Tidak mudah untuk membicarakan sejarah Nagari pada saat generasi sebagai penerus atau masyarakat Nagari nyaris tidak lagi membutuhkannya, akan tetapi bagi orang yang sangat mencintai Nagarinya orang itu dengan susah payah pasti dia ingin mengetahui tentang asal usul Nagarinya dan asal usul Nenek Moyangnya.
Selama ini semenjak bertahun-tahun lalu jauh sebelum penjajahan Nenek Moyang orang Tanjung Balik telah bersusah payah untuk menjadikan Tanjung Balik demi anakanak cucu nya dikemudian hari, dari Taratak menjadi Dusun(Kampung) dari Dusun(Kampung) menjadi Koto dari Koto baru menjadi Nagari, kita tidak tahu enta bagaimana usaha nenek moyang kita semasa itu. man yang serba modern dan canggih sehingga generasi muda kurang berminat untuk mempelajari dan mengetahui seluk beluk Nagari serta adat istiadat yang berlaku di Nagari, atau mungkinkah orang tua kita yang telah lalai dan lupa untuk mewariskan kepada mereka ???????.
Justru itulah hati kecil saya terpanggil untuk menulis Sejarah Nagari ini kedalam bentuk sebuah buku, walaupun dalam buku ini tidak sempurna dan saya sangat menyadari atas segala kekurangan saya, tapi inilah yang dapat saya sumbangkan untuk generasi penerus, yang tujuannya adalah supaya anak-anak cucu dikemudian hari tidak terlalu kehilangan jejak terutama tentang Sejarah Nagari dan adat istiadat Nagari kita ini, Sejarah Nagari Tanjung Balik ini sesuai dengan yang saya perdapat dari orang tua saya yang selama ini tersimpan dan ditambah saya perdapat dari beberapa sumber yang ikut membantu terciptanya Sejarah nagari ini, namun demikian saya yakin dan percaya bahwa isi buku ini kurang berkenan dihati pembaca,tapi itulah warih yang saya jawek pusako yang saya terima.
Sekiranya dalam pembuatan buku ini ada yang salah ketik atau terkurang dan terlebih hurufnya ataupun bahasanya yang kurang tepat saya mohon maaf kepada pembaca dan saya mohon supaya para pembaca bisa memperbaiki tujuan kata-kata yang salah itu, karena saya adalah seorang manusia biasa yang tidak luput dari kesalahan dan kekilafan.

Pucuak Sitapo aka Jumbai. Batang Limpato dipatahkan.
Bukannyo Sayo Cadiak Pandai.Pusako kato nan ditulihkan.

Dari awa sampai ka akia. Khilaf jo gawa sifat kito.
Nak jan binaso papan dek ukia. Barilah maaf badan ambo.

Bukan tambilang manggulampai. Tambilang panggali pakubura.
Bukan mambilang tando pandai. Dek amanah warih bataruihkan

Bukik Tinggi Tanah Rang Kurai. Lubuak Basuang dengan Pasaman.
Sungguah banyak siriah dibalai. Sado iko didalam pasambahan


Wassalam
Penulis
Zaitun nahar


SEJARAH DAN PERKEMBANGAN
NAGARI TANJUNG BALIK
tambo dan sejarah tanjung balik
Batu sandaran rajo
tambo dan sejarah nagari tanjung balit
Makam Inyiak Susu Tungga


KEDATANGAN NINIAK MOYANG

Semasa dahulu pada zaman Kerajaan Bungo Setangkai dikala Datuak Katumanggungan memerintahkan untuk membuat kubu pertahanan sebelah timur, menurut penulis Zaitun Nahar Pakiah Sati Suku Bendang, datanglah suatu rombongan kecil yang jumlahnya tidak beberapa orang, menurut warih nan bajawek kato nan batarimo jumlah rombongan tersebut berjumlah 16 ( enam belas )orang laki-laki dan perempuan yang turun dari Pariangan Padang Panjang menuju Padang Sumawang. Setelah menempati Padang Sumawang beberapa lama maka teruslah rombangan tersebut berjalan hingga sampailah mereka disebuah tempat (berapa lama niniak moyang itu berjalan tidak disebutkan) yang selanjutnya mereka menamai tempat itu  Kampung Timbarau, karena didaerah tersebut banyak ditumbuhi batang timbarau, dan ditengah perjalanan dari Padang Sumawang  banyak yang mereka temui beberapa keanehan alam, seperti jalan (tempat lalu) yang berbelit-belit dan air yang sangat sulit alirannya dan lain-lain keajaiban alam.
Rombongan pertama yang datang tersebut terdiri dari empat niniak, yang menurut sejarah yang diperdapat rombongan pertama itu datang pada abad ke lima masehi sekitar tahun 431 Masehi, awal pertama yang mereka kerjakan adalah meninjau daerah apakah bisa untuk dijadikan pemukiman meninjau yang patut dijadikan sawah dan yang akan dijadikan ladang, pada waktu itu niniak moyang kita belum lagi ber-agama islam melainkan ber-agama Hindu/Budha, karena agama islam masuk ke Minangkabau secara bergelombang mulai dari abad ke 7 sampai abad ke 17, namun mereka sudah taat pada aturan adat, karena adat Minangkabau sudah tersusun rapi semenjak abad ke 3 masehi. 
Selanjutnya mereka membuat “tajak jo tambilang”  barulah nagari dicacak kampuang dihuni, Nagari mulai dicacak di Tanjung sebelah mudiak tepatnya di Payoboda sekarang, dan pada waktu itu Payau Bana. Sedangkan sumua mulai digali dilereng Tanjung sebelah hilia yaitu di Kolam Duo sekarang, Medan (Kampuang) mulai dihuni yaitu di Kampuang Timbarau  disanalah tempat bermusyawarah dan memecahkan permasalahan-permasalahan, dan tempat bermusyawarah itu diparit/dipaga dengan batu-batu alam  yang sampai akirnya batu-batu itu berjumlah 25 (dua puluh lima) buah, 24 (dua puluh empat) untuk sandaran penghulu 1 (satu) buah batu sandaran Rajo.
 Setelah beberapa lama mungkin seabad atau dua abad niniak moyang yang pertama datang 16 orang itu tentu sudah mulai berkembang, pertama mereka berkampung didirikan suatu kampung dan kampung yang pertama didirikan adalah Kampung Timbarau (tempat pertama nenek moyang terdahulu tiba) kemudian setelah berkembang juga mereka mencari tempat-tempat untuk dijadikan lahan pertanian lalu mereka mendirikan suatu Taratak dan Taratak yang pertama mereka buat adalah Taratak Batu Galeh setelah ada Kampung dan taratak maka disusun menjadi Koto kemudian koto itu menjadi Nagari,dan karena penduduk sudah agak berkembang maka mereka mendidirikan suatu pemerintahan yaitu kerajaan kecil yang dipimpin oleh seorang  Raja, menurut sejarah  yang diterima Raja yang pertama di Tanjung Balik bernama Rasi Rajo Malano Keturunan Rajo nan batigo yaitu Rajo Malewar yang pergi ke Negeri Sembilan, Rajo Hitam yang pergi ke Negeri Cina, Rajo Maulana yang tinggal di Minangkabau.
Namun secara Pemerintahan mereka tetap berdaulat kepada Kerajaan Bungo Setangkai, kerajaan Bungo Setangkai tersebut dipimpin oleh Datuak Katumanggungan dan wakilnya Datuak Bandaro Putiah yang berpusat di Sungai tarab, sedangkan Tanjung Balik termasuk  daerah kubu pertahan sebelah timur yang dipimpin oleh seorang Penghulu yang dirajakan tapi keberadaan Tanjung Balik sudah diakui oleh Kerajaan Minangkabau semenjak Kerajaan Bungo Satangkai sampai Kerajaan Bukik Batu Patah, dilanjutkan dengan pembagian kekuasaan Datuak nan batigo yaitu : Dt.Katumanggungan, Dt.Parpatiah Nan Sabatang dan Dt.Sri Marajo Nan Banego-nego, Tanjung Balik masuak Longgam Nan Tujuah  “ Tanjung Balik  Sulik Aia Cimoti Koto Piliang “ tulisan Tanjung Balik dalam ejaan lama TANDJOENG BALIK

Tambo Minangkabau dan Bukti Sejarah oleh : ST.MAHMOUD,BAdan A.MANAN RAJO PENGULU yang mencantumkan bahwa “ Kerajaan Bungo Satangkai “ telah disusun dengan 22 koto, yaitu mula-mula dengan intinya Sungai Tarab dengan kapak radainya, ekor kepalo gombak, dan katitiran diujuang tunjuak setelah itu 22 Penghulu anggota sidang terdiri dari :

1.Sungai Tarap 8 Penghulu
2.Sungai Jambu 1 Penghulu
3.Labuatan 1 Penghulu
4.Sumawang 1 Penghulu
5.Saningbaka 1 Penghulu
6.Silungkang 1 Penghulu
7.Padang Sibusuak 1 Penghulu
8.Bukik Kandung 1 Penghulu
9.Tanjung Balik 1 Penghulu
10.Sulik Aia 1 Penghulu
11.Singkarak 1 Penghulu
12.Dt.Katumanggungan
13.Dt.Bandaro Kayo
14.Dt.Pamuncak Alam Sati
15.Dt.Bandaro Putiah

Dan juga pada zaman Kerajaan Pagaruyung apabila ada suatu permasalahan yang akan dipecahkan anggota sidang terdiri dari Rajo Alam sebagai pimpinan sidang anggota sidang adalah:
(Rajo Tigo Selo)

Rajo Alam                (Pagaruyung)
Rajo Adat                 ( Buo )
Rajo  Ibadat              ( Sumpu Kuduih )

(Basa Ampek Balai)

Dt.Bandaro Putiah   ( Sungai Tarab )
Makhudum                ( Sumaniak)
Andomo                     ( Saruaso )
Kadi                         ( Padang Gantiang)
Tuan Gadang            ( Batipuah)
Dt.Bandaro Panjang ( Biaro Luhak Agam)
Dt.Kayo Nun             ( Luhak 50 )
Pucuak Nagari Sungai Jambu  jo
Labuatan
Pucuak Nagari Simawang jo Bk.Kandung
Pucuak Nagari Tanjung Balik jo Sulik Aia
Pucuak Nagari Saningbaka jo Singkarak
Pucuak Nagari Silungkang jo Pd.Sibusuak
Dt.Bandaro Kayo              (Pariangan)

Dt.Maharajo Basa        ( Padang panjang 


LAREH KOTO PILIANG DAN LAREH BODI CANIAGO

Yang termasuk Lareh Koto Piliang dengan pengertian yang memakai sistem adat Koto Piliang disebut :Longgam Nan Tujuah  yang dikepalai oleh Datuak  Katumanggungan  adalah :

1.       Sungai Tarab Salapan Batua, disebut Pamuncak Koto Piliang.
2.       Simawang Bukik Kanduang, disebut Padamaian Koto Piliang
3.       Sungai Jambu Labuatan, disebut Pasak Kungkuang Koto Piliang
4.       Batipuah Sapuluah Koto, disebut Harimau Campo Koto Piliang
5.       Singkarak Saniangbaka, disebut Camin Taruih Koto Piliang.
6.       Tanjung Balik, Sulik Aia, Cumoti Koto Piliang.
7.       Silungkang Padang Sibusuak, disebut Gajah Tongga Koto Piliang

Disamping Longgam Nan Tujuah Nagari-nagari lain yang termasuk Lareh Koto Piliang adalah Pagaruyung, Saruaso, Atar, Padang Gantiang, Taluak Tigo jangko, Pangian, Buo, Batua, Talang Tangah, Gurun, Ampalu, Guguak, Padang Laweh, Koto Hilalang, Sumaniak, Sungai Patai, Minag Kabau, Simpuruik, Sijangek, ( Pusat Pemerintahan Lareh Koto Pilian ialah di Bungo Satangkai Sungai Tarab).

Tugas-tugas dari Longgam Nan Tujuah itu adalah :

1.    Pamuncak Koto Piliang yang daerahnya di Sungai Tarab Salapan Batu sebagai “ Pimpinan Longgam Nan Tujuah “
2.   Gajah Tongga Koto Piliang yang daerahnya di Silungkang Padang Sibusuak sebagai “ Kurir “ dan menjaga perbentengan bagian Selatan Minangkabau.
3.    Camin Taruih Koto Piliang yang daerahnya Singkarak jo Saningbaka sebagai “ Badan Penyidik “
4.     Cimoti Koto Piliang yang daerahnya Tanjung Balik jo Sulik Aia sebagai “ Pelaksana Hukum “
5.     Padamaian Koto Piliang yang daerahnya Sumawang jo Bukik Kanduang sebagai “ Perdamaian “ bagi Nagari-nagari yang bersengketa.
6.    Harimau Campo Koto Piliang yang daerahnya Batipuah Sapuluah Koto sebagai “ Panglima Perang”
7.    Pasak Kungkuang Koto Piliang yang daerahnya Sungai Jambu jo Labuatan sebagai “ Mengawasi Keamanan dalam Nagari “


Yang termasuk Lareh Bodi Caniago disebut juga dalam tambo  Tanjuang Nan Ampek Lubuak Nan Tigo.


Tanjuang Nan Ampek ialah :
1.       Tanjuang Alam
2.       Tanjuang Sungayang
3.       Tanjuang Barulak
4.       Tanjuang Bingkuang, Limo Kaum Duo Baleh Koto

Lubuak Nan Tigo ialah :
1.       Lubuak Sikarah di Solok
2.       Lubuak Simauang di Talawi
3.       Lubuak Sipunai di Tanjuang Ampalu

Disamping Tanjuang Nan Ampek Lubuak Nan Tigo, yang termasuk Lareh Bodi Caniago ialah Limo Kaum XII Koto, dan Sambilan anak Kotonyo, Daerah yang termasuk XII Koto adalah : Tabek, SawahTangah, Labuah, Parambahan, Sumpanjang, Cubadak, Rambatan, Padang Magek Ngungun, Panti, Pabalutan, Sawah jauah. Sambilan anak Koto terdiri dari : Tabek Boto, Salaganda, Baringin,  Koto Baranjak, Lantai Batu, Bukik Gombak,Sungai Ameh, Ambacang Baririk,Rajo Dani, Pusat Pemerintahannya di Dusun Tuo Limo Kaum.
Nagari Pariangan Padang panjang tidak termasuk kepada nagari yang dibagi menjadi dua Kelarasan, sebab Nagari itu adalah nagari tertua di Alam Minangkabau, sehingga masyarakat disana mempunyai sebuah Kelarasan yaitu : Kelarasan Nan Panjang.
Nagari-nagari yang termasuk kepada Lareh  nan Panjang adalah : Sahiliran Batang bangkaweh sampai ka Guguak sikaladi hilia taruih ka Bukik tambesi Batupang mudiak, oleh orang tua Lareh nan Panjang itu disebut :

·         Pisang sikalek- kalek Hutan
·         Pisang simbatu nan bagatah
·         Koto Pilaing inyo bukan
·         Bodi Caniago inyo antah  

Kemudian pada abad ke 16 sekitar tahun 1580 Kerajaan Minangkabau yang diperintah oleh seorang Raja yaitu : Raja Sultan Alif diwaktu itulah berdirinya nagari-nagari di Minangkabau yang jumlahnya lebih dari 1.000 nagari termasuklah Nagari Tanjung Balik dan nagari-nagari itu menjadi kerajaan-kerajaan kecil yang dipimpin  oleh  seorang Raja kecil yang berdaulat kepada Rajo Pagaruyung, dan pada abad ke 16   ini pulalah terjadinya Perang antara Kerajaan Tanjung Balik dengan Kerajaan Kacang Rosam.( Kerajaan Kacang Rosam ini dibawah pimpinan  Raja Sutan manangkerang).
Dan pada abad abad selanjutnya datang lagi satu rombongan  ke Tanjung Balik yang terdiri dari dua niniak. sehingga jumlahnya menjadi enam niniak, itu pulalah sebabnya di Nagari Tanjung Balik terdiri dari enam Suku yaitu : Suku Bendang, Suku Simabua, Suku Payoboda, Suku Piliang (Pitopang Piliang), Suku Limo Panjang dan Suku Limo Singkek, masing-masing niniak tersebut mempunyai jabatan dalam nagari, niniak yang ber-empat turun pertama adalah :

1.       Manjadi Tapatan Rajo
2.       Manjadi Suluah dalam Nagari
3.       Manjadi Cadiak Pandai dalam Nagari
4.       Manjadi Parik Paga dalam Nagari dan
5.       Niniak yang turun dua pada tahap kedua adalah menjadi  Urang tuo    dalam Nagari.

Setelah enam suku yang ada maka disepakati tidak akan menambah suku lagi sekiranya masih ada yang datang disusui (digabung) saja kepada suku yang telah ada  dan maka direncakanlah untuk membuat tepat tinggal (rumah) maka rumah adat (rumah gadang) yang pertama dibangun oleh niniak orang Tanjung Balik yang enam keluarga ini adalah bertempat di dataran Rumah Tingga sekarang, pada waktu itu dari enam niniak tersebut hanya satu rumah gadang saja, maka sampai sekarang didataran rumah gadang tersebut setiap suku ada ulayatnya.


ASAL USUL NAMA NAGARI TANJUNG BALIK

Rombongan pertama yang datang sebanyak 16 orang pada abad atau tahun tersebut diatas suatu hari mengadakan peninjauan daerah sambil berjalan-jalan mengitari daerah yang baru saja mereka tempati,  setelah sekiyan lama berjalan kesana-kesini akhirnya mereka behenti disebuah tanah yang sangat lapang (luas) untuk melepas lelah, setelah mereka berhenti beberapa sa’at melepaskan lelah juga karena hari sudah hampir sore dan akan turun hujan mereka kembali ketempat peristirahatan mereka pertama.
                Benar saja setelah selepas magrib hujan turun dengan sangat derasnya, menurut sejarah yang penulis terima dari orang tua-tua (Warih nan bajawek, pusako nan batarimo) malam itu adalah patang kamih malam jumaek, mereka baru sadar bahwa momongan (canang besar) yang mereka bawa saat berjalan-jalan disiang hari itu tertinggal ditempat mereka berhenti (ditanah lapang)
                Pada pagi hari Jum’at mereka kembali menelusuri jejak mereka kemarin dan mereka lihat air Sungai (sungai batang katialo sekarang) yang begitu besar dan deras, dengan kebolehan ninik moyang tersebut sebagaimana kata pepatah “Lauik sati rantau batuah rang didunia banyak nan kirameik”, mereka berhasil menyeberangi air yang begitu deras dan dalam, tapi setelah mereka hampir sampai ketempat yang mereka maksud mereka melihat sesuatu yang aneh dipandang mata yaitu  seonggok tanah  dikelilingi ( dibalik-balik ) oleh air beberapa kali baru kemudian air tersebut mengalir kearah hilir dan onggokan tanah itu berbentuk seperti” momongan ” mereka yang tertinggal, sedangkan kemaren waktu mereka berhenti disana tidak ada sama sekali onggokan tanah tersebut.
 Rupanya setelah diamati Momongan yang tertinggal itulah  yang telah menjadi onggokan tanah yang merupakan sebuah tanjung  jadi sebuah Tanjung dibalik aia, dan juga dari beberapa yang mereka lihat pertama mereka menempuh jalan yang berbelit-belit kemudian ditempat yang mereka tempati pertama juga ada tanjung sebelah mudiak dan tanjung sebelah hilir, maka sepakatlah niniak yang ber-empat tersebut memberi nama daerah itu  dengan nama  Tanjung Balik  dan juga onggokan tanah atau tanjung itu pulalah yang  dijadikan sebagai pusat nagari Tanjung Balik yang harus dipelihara kelestariannya.

Tambo sejarah nagari tanjung balit
Munggu


BATAS  NAGARI TANJUNG BALIK MENURUT SEJARAH LAMA 
( Yang disebut Jihat Nan Ampek)

Tahap berikutnya niniak yang ber-enam tadi merencanakan batas-batas wilayah melihat perkembangan penduduk dan sudah sewajarnya ditentukan batas-batas kekuasaan, maka dibuatlah rombongan yang berasal dari keturunan yang 16 orang datang pertama dan rombongan itu terbagi empat bagian, yang satu rombongan menuju Mata hari hidup (baruah), yang satu rombongan lagi menuju mata hari mati (Kateh), yang satu arah hulu sungai (batang katialo sekarang) (mudiak) yang satunya arah hilir sungai (hilia), maka dari hasil perjalanan rombongan itu pertama yang bagian mata hari mati (kateh) mereka menemui suatu tanda yaitu pandangan yang tembus dari sebuah goa, goa itu mereka lihat adalah disebuah ganting antara dua bukit, maka niniak itu menamakan Pintu Angin Lurah Sikaladi.
 Selanjutnya rombongan yang berjalan kearah mata hari hidup (baruah) pertama rombongan itu  menemukan sebuah gantiang sesaat mereka melepas lelah dan mereka menancapkan sebatang Aur (aua) dan rombongan itu lalu melanjutkan perjalannan tapi tidak ada yang bisa dijadikan tanda batas, maka rombongan yang kearah timur tadi membakar rimba alang-alang (manyia lalang) apa saja yang tumbuh ditempat bekas pembakaran (siaran) kami ini akan menjadi merah seperti alang-lang  terbakar (Lalang tabaka ) dan sampai sekarang bisa kita lihat sebelah dari bukit itu apa yang tumbuh warnanya merah dan sebelahnya dari bukit itu apa yang tumbuh warna tumbuhannya hijau, maka daerah itu bernama Rimbo SiaLalang.
Sedangkan rombongan yang menuju arah hulu Sungai (Mudiak), sampai kepada sebuah puncak yang disana ada sebuah penyaringan air dan juga disana rombongan itu melihat Sirangkak Putiah maka menamai  Puncak Panyaringan Sati dan dikala mereka berhenti sambil memperhatikan air yang jernih dan sejuk maka jatuhlah salah satu kapuran niniak dalam rombongan itu( kapuran itu adalah salah satu tempat alat pemakan sirih) lalu hanyut tidak bisa diambil lagi.
Kemudian rombongan yang berjalan menuju kehilir sungai (hilia) dengan takdir Allah disuatu Lubuak didalam sungai menemukan sebuah Kapuran setelah mereka amati ternyata kapuran itu adalah milik niniak /rombongan yang berjalan kehulu sungai (kamudiak) dan kapuran itu tidak bisa diambil karena diputar-putar oleh air puputan ( diputa dek aia bapenong ) maka setelah mereka rumuskan sepakatlah mereka menamakan daerah itu Lubuak Puran, maka itulah batas Tanjung Balik :

·                     Kahilia                        : Ka Lubuak Puran
·                      Kamudiak                      : Panjaringan Sati
·                     Katehnyo                        : Ka Pintu Angin
·                     Kabaruahnyo                 : Rimbo Sialalang



Jadilah peran dalam suatu perjuangan umat dan jangan hanya jadi penonton, sungguh rugi diakhirnya nanti.