Selasa, 15 September 2015

Jenggot Adalah Lambang Pengamal Sunnah, Betulkah?

Dilema Jenggot

jenggot lambang sunnah


Assalamu'alaikum

Saat ini lagi hot hot nya masalah jenggot atau janggut, apalagi ada yang sampai " Terbakar " oleh komentar ketua umum PBNU KH Aqil Siradj, yang mengatakan semakin panjang jenggot semakin mengurangi kecerdasan. Apakah memang demikian adanya, apakah jenggot menjadi sebuah ukuran bagi intelektualitas dan tingkat kecerdasan berpikir sesorang?

Bagi Saudara saudara kita yang memang di karuniai jenggot panjang dan dibiarkan saja apa adanya sampai awut awutan tentu mungkin akan tersinggung apalagi ia menjadikan jenggot sebuah alat " pamer " kesolehan dan menganggap jenggot sebuah kewajiban dan tak boleh di tinggalkan walau dengan alasan apapun juga

Namun bagi saudara kita yang memelihara jenggot dan di rapikan sehingga tidak merusak keindahan wajah, dan juga tidak " merusak " nama islam bagi yang melihat jenggot di wajahnya tersebut tentu sindirin ketua umum PBNU tersebut tidak akan menyinggung perasaannya

Tentu hampir di pastikan jenggot bukanlah ukuran kecerdasan seseorang, lihat saja presiden RI mana yang pake jenggot? Berapa orangkah mentri sekarang yang berjenggot? Dan coba lihat berapa orangkah artis kita yang berjenggot yang selalu pamer kebodohan di TV? apalagi beberapa dari orang yang baru punya jenggot dan baru belajar tentang islam sudah merasa paling benar dan suka membid'ahkan amalan orang lain, pintarkah mereka?

Hampir semua Ulama baik ulama sufi Aswaja maupun ulama wahabi memlihara jenggot , walau ada sedikit perbedaan dalam hal kerapian, dan banyak juga ulama ulama aswaja dan salafi yang tidak di karunia jenggot, tentu bukan hal yang proporsional jika kita mengatakan bahwa jenggot adalah ukuran dari tingkat kecerdasan dan sebagai lambang pengamal sunnah


Hadist Tentang Jenggot


خالفوا المشركين وفروا اللحى وأحفوا الشوارب
”Selisilah oleh kalian orang-orang musyrik, lebatkanlah jenggot dan potonglah kumis” [HR. Al-Bukhari no. 5553 dan Muslim no. 259].

أحفوا الشوارب وأعفوا اللحى
”Potonglah kumis kalian dan peliharalah jenggot” [HR. Muslim no. 259].

انهكوا الشوارب وأعفوا اللحى
”Potong sampai habis kumis kalian dan peliharalah jenggot” [HR. Al-Bukhari no. 5554].

جزوا الشوارب وأرخوا اللحى خالفوا المجوس
”Potong/cukurlah kumis kalian dan panjangkanlah jenggot. Selisilah oleh kalian kaum Majusi” [HR. Muslim no. 260].

إن أهل الشرك يعفون شواربهم ويحفون لحاهم فخالفوهم فاعفوا اللحى وأحفوا الشوارب
”Sesungguhnya orang musyrik itu membiarkan kumis mereka lebat. Maka selisihilah mereka ! Peliharalah jenggot dan potonglah kumis kalian” [HR. Al-Bazzar no. 8123; hasan].

عن بن عمر عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه أمر بإحفاء الشوارب وإعفاء اللحية
Dari Ibnu ’Umar, dari Nabi shallallaahu ’alaihi wasallam : ”Bahwasannya beliau memerintahkan untuk memotong kumis dan memelihara jenggot” [HR. Muslim no. 259].



Sebab turunnya Hadist 
Oleh : Mahmud Suyuti
( Ketua MATAN Sulawesi Selatan/ Dosen Hadis dan Mantan Kepala Laboratorium Hadis UIM Makassar)

Ditinjau segi asbab wurud hadis berkenaan dengan historinya, pada masa Nabi atau bersamaan saat hadis itu disabdakan, di daerah pedesaan khususnya di negeri Ajam memang terlihat dikotomi antara muslim dan non-muslim sehingga dibutuhkan suatu identitas untuk membedakan di antaranya.

Ketika itu, hadis diyakini sebagai suatu hal yang harus dipenuhi, sehingga menjalankan apa yang diperintahkan oleh Nabi untuk mereka merupakan kewajiban yang harus dilakukan, sehingga kandungan matan hadis tersebut selain bersifat lokal juga temporal, tidak bersifat universal. Konteks kekinian, hal tersebut dianggap tidak relevan dengan melihat bahwa banyak pula umat non-muslim yang memanjangkan jenggotnya.

Ditinjau segi asbab wurud hadis berkenaan dengan situasinya, perintah Nabi untuk memanjangkan jenggot memang relevan untuk orang-orang Arab, terutama Pakistan, yang secara ilmiah dan alamiah dikaruniai jenggot yang subur. Tingkat kesuburan dan ketebalan rambut milik orang-orang Indonesia tidak sama dengan mereka.

Karena mereka, terutama Majusi pedesaan memiliki kebiasaan memanjangkan kumis dan mencukur jenggot, tetapi di Mekah kebiasaan itu rupanya tidak berlaku karena Abu Lahab, Abu Jahal dan pemuka kaum Kafir di Mekah saat itu juga berjenggot, apa bedanya dengan sahabat lain.

Jadi perintah dalam matan hadis ini diperuntukkan kepada sahabat Nabi di pedesaan yang berinteraksi dengan kaum Majusi karena ternyata sahabat Nabi, Ibnu Umar yang juga mendengar langsung hadis itu disabdakan, memotong jenggotnya jika merasa terlalu panjang.

Sangat naïf bila jenggot dijadikan sebagai ukuran sunnah, karena akan terlihat bahwa yang menjalankan Islam dengan kaffah hanyalah mereka yang berjenggot sementara yang lain pengingkar sunnah.

Kategori Jenggot


Harus dimengerti bahwa jenggot terdiri dari tiga kategori.

Pertama

Jenggot biologis seperti orang-orang Arab

Kedua 

Jenggot ideologis seperti orang-orang yang memaksakan dirinya berjenggot dengan berbagai cara misalnya membeli obat penumbuh-penyubur jenggot.

Ketiga

Gabungan idiologis-biologis. Kategorisasi ini, hendaknya disesuaikan dengan individu masing-masing, bagi mereka yang tidak bisa tumbuh jenggotnya, tidak usah dipaksakan. Mereka yang dikarunia tumbuh subur jenggotnya, silakan pelihara dan rawat dengan rapih jika memungkinkan tetapi jangan dijadikan sebagai simbol sunnah karena itu hanya sebagai assesoris fisik.

Dengan begitu, bagi yang berjenggot jangan divonis salah, sebaliknya yang tidak berjenggot jangan divonis tidak mengikuti sunnah Nabi. Wallahul Muwaffiq Ila Aqwamit Thariq


Jadilah peran dalam suatu perjuangan umat dan jangan hanya jadi penonton, sungguh rugi diakhirnya nanti.