Jumat, 26 Juni 2015

Metode Zikir Sufi Menundukan Akal Fikiran dengan Rasa Dihati

RASA, adalah sifat Tuhan yang di anugerahkan kepada hamba-Nya. 
Ia tiada berbentuk, tiada kalimat, huruf maupun kata. 

Zikir Sufi. menundukan akal fikiran dengan rasa di hati

Antara Rasa dan Fikir

Akal sebagai wadah/media berfungsi untuk berFikir, dari akal ini lah lahir kata, kalimat, huruf maupun suara yang mana lidah sebagai media penzahir. Kecerdasan akal ini bergantung dari informasi yang ia peroleh dari alat atau media apapun yang bisa ia pelajari.

Hati adalah wadah sebagai media untuk meRasa, tapi terkadang kita tidak jarang pula menjadikan hati sebagai tempat berfikir, (kita berfikir di dalam hati kita) baik masalah duniawi juga ukhrawi sehingga saat kita berzikir kita tidak dapat khusyu' sebab hati sebagai media rasa telah di susupi oleh akal fikiran kita, dan fikiran ini telah membuat Rasa di dalam hati itu tidak berfungsi (kita tidak bisa menemukan Rasa), rasa yang saya maksudkan di sini adalah rasa nurani (rasa berTuhan).

Ada hal-hal tertentu yang ada pada Rasa tidak dapat di terjemahkan atau tidak bisa di fahami oleh alam fikiran kita, atau fikiran kita belum mampu mendefinisikan atau tidak terdefinisi atau belum menemukan kata yang tepat terhadap sinyal-sinyal yang di alami oleh Rasa. Sebagai contoh apa yang di alami oleh Rasa saat terjadi 'mabuk' dalam zikir. Kalau akal kecerdasannya terletak pada fikirnya, maka kecerdasan hati ini terletak pada zikirnya (Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah Ar Rabbani).

Seperti yang sudah saya sampaikan di atas tadi bahwa rasa itu tiada bentuk, kalimat, huruf, atau kata, sehingga fikiran kita tidak mampu menterjemahkan keadaan itu. Yang dapat di lakukan oleh fikiran kita saat itu hanya mencoba memahami saja di dalam fikirannya tanpa bisa menterjemahkan apa yang di alami Rasa itu, kecuali bila fikiran itu di diamkan maka ia akan dapat memahami keadaan itu dan saat itulah Rasa bisa di fungsikan/hidup.

Tidak bisa kita bayangkan jika ada manusia yang tidak memiliki Rasa, adakah manusia yang tidak memiliki rasa? Ssering kita dengar istilah rasa perikemanusiaan atau tidak punya hati nurani. Pertanyaan berikutnya, apakah rasa dan hati sama? Bagaimanakah bentuk dari pada rasa dan hati ini?

Guru kita Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah Ar Rabbani berkata" saat kita ingin mengetahui bentuk daripada hati itu, maka saat itu sebenarnya kita sudah merasakannya"

Bila kita kaitkan dengan zikir atau zikrullah, maka seharusnya saat akalnya berfikir di dalam hatinya untuk berzikir, yang di harapkan sesungguhnya zikir itu adalah tersambung ke rasa (rasa nurani). Keadaan ini adalah suatu proses menundukkan fikiran kedalam rasa nurani (rasa berTuhan) karena rasa itu adalah tiada berhuruf, kata, atau kalimat, maka yang di harapkan adalah fikirannya saat berzikir dapat mencapai/masuk kedalam rasa ini (hening).

Namun yang sering terjadi adalah ketidak mampuan fikiran untuk diam, hening (masuk kedalam rasa nurani/rasa berTuhan) Sebab kita selama ini lebih sering bergaul dengan alam fikiran di dalam hati kita dari pada merasakan Dia di dalam hati kita.

Untuk itu di perlukan riyadhoh/latihan berzikir memfokuskan fikiran ini kedalam merasakan rasa nurani/berTuhan, dengan metode-metode zikir dari guru mursyid.

Guru kita Tuangku Syaikh Muhammad Ali Hanafiah Ar Rabbani membagi rasa menjadi tiga, yaitu;
Rasa Jasmani (fisik)
Rasa Ruhani (keadaan jiwa manusia)
Rasa Nurani (rasa berTuhan)

Maka di dalam zikrullah tujuan awal seorang hamba adalah agar bisa merasakan Rasa berTuhan dengan menundukkan fikirannya kedalam Rasa berTuhan ini.
Di dalam Zikir ini pun ada beberapa tingkatan; yaitu Ingat, Dekat, Pandang, dan Cinta.

Semoga Allah menganugerahkan kekhusyu'an kepada diri kita, karena hanya Dia-lah yang sanggup mengkhusyu' kan hamba-Nya.

Oleh: Susanto Al Hanafi

Jadilah peran dalam suatu perjuangan umat dan jangan hanya jadi penonton, sungguh rugi diakhirnya nanti.