Selasa, 10 April 2018

Memahami Hadits Menempelkan Jari Kaki Ketika Shalat Berjamaah dengan Benar


MENEMPELKAN KAKI DENGAN KAKI SAAT SHOLAT BERJAMAAH ITU ADA HADITS NYA SHOHIH BUKHORI ?
Pernah mendengar hal semacam itu ?
‘Si dia’ dengan bangga menyampaikan bahwa apa yang ia lakukan
ada haditsnya, haditsnya shohih lagi, shohih bukhori bahkan.

Komentar saya :
“Ayo membaca hadits yang komplit dan lihat penjelasan ulama”

Haditsnya memang betul shohih bukhori.

Tapi, jika saya tanya :
• “Apakah menempelkan kaki dengan kaki temannya dilakukan oleh Nabi Muhammad ?”

• “Apakah hal tersebut diperintahkan oleh Nabi Muhammad ?”

• “Apakah hal tersebut dipraktekkan oleh Sahabat Utama ?”

Maka jawabannya : TIDAK!

(Sengaja pake capslock, bukan marah, tapi biar jelas huehehee)

Yuk kita simak hadits lengkapnya :

“`Riwayat Anas bin Malik“`

حَدَّثَنَا عَمْرُو بْنُ خَالِدٍ قَالَ: حَدَّثَنَا زُهَيْرٌ عَنْ حُمَيْدٍ عَنْ أَنَسِ بْنِ مَالِكٍ عَنِ النَّبِيِّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ فَإِنِّي أَرَاكُمْ مِنْ وَرَاءِ ظَهْرِي وَكَانَ أَحَدُنَا يُلْزِقُ مَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِ صَاحِبِهِ وَقَدَمَهُ بِقَدَمِهِ»
Mengabarkan kepada kami ‘Amr bin Kholid berkata, mengabarkan kepada kami Zuhair dari Humaid dari Anas bin Malik dari Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wasallam: ” Tegakkanlah shaf kalian, karena saya melihat kalian dari belakang pundakku.” ada salah seorang diantara kami orang yang menempelkan bahunya dengan bahu temannya dan telapak kaki dengan telapak kakinya.
(HR. Bukhari)

Riwayat anNu’man bin Basyir“`

حَدَّثَنَا وَكِيعٌ, حَدَّثَنَا زَكَرِيَّا, عَنْ أَبِي الْقَاسِمِ الْجَدَلِيِّ, قَالَ أَبِي: وحَدَّثَنَا يَزِيدُ بْنُ هَارُونَ, أَخْبَرَنَا زَكَرِيَّا, عَنْ حُسَيْنِ بْنِ الْحَارِثِ أَبِي الْقَاسِمِ, أَنَّهُ سَمِعَ النُّعْمَانَ بْنَ بَشِيرٍ, قَالَ: أَقْبَلَ رَسُولُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِوَجْهِهِ عَلَى النَّاسِ, فَقَالَ: ” أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ, ثَلَاثًا وَاللهِ لَتُقِيمُنَّ صُفُوفَكُمْ أَوْ لَيُخَالِفَنَّ اللهُ بَيْنَ قُلُوبِكُمْ ” قَالَ: ” فَرَأَيْتُ الرَّجُلَ يُلْزِقُ كَعْبَهُ بِكَعْبِ صَاحِبِهِ, وَرُكْبَتَهُ بِرُكْبَتِهِ وَمَنْكِبَهُ بِمَنْكِبِهِ
An-Nu’man bin Basyir berkata : Rasulullah shollallohu ‘alaihi wasallam menghadap kepada manusia, lalu berkata : “Tegakkanlah shaf kalian!”, tiga kali. Demi Allah, tegakkanlah shaf kalian, atau Allah akan membuat perselisihan diantara hati kalian. Lalu an-Nu’man bin Basyir berkata: Saya melihat seorang laki-laki menempelkan mata kakinya dengan mata kaki temannya, lutut dengan lutut dan bahu dengan bahu.
(HR. Bukhori)

Bagaimana sih perintah Nabi Muhammad shollallohu ‘alaihi wasallam ketika itu ?

Beliau bersabda :

أَقِيمُوا صُفُوفَكُمْ
Tegakkanlah shof / barisan kalian

Jadi, beliau tidak memerintahkan untuk menempelkan kaki, tapi beliau memerintahkan untuk menegakkan shof dalam artian merapikan, meluruskan, dan merapatkan shof.

bukan memerintahkan untuk menempelkan kaki dengan kaki temannya

Lalu, siapa yang menempelkan kaki ketika itu ? Berapa jumlahnya ?

Baca lagi hadits diatas
“`Anas bin Malik“` mengatakan :

[وَكَانَ أَحَدُنَا]
Salah satu diantara kami

Baca lagi hadits diatas
“`anNu’man bin Basyir“` mengatakan :

[رَأَيْتُ الرَّجُلَ]
Saya melihat seorang laki-laki dari kami

Jadi, dari sekian banyak sahabat yang ikut sholat berjamaah bersama dengan Nabi shollallohu ‘alaihi wasallam, semua sholatnya wajar.
Ada orang yang menempelkan kaki dengan kaki temannya dan jumlahnya hanya satu orang.

Sampai sini bisa dipahami ya.
Bisa In syaa Allah..

Perbuatan satu orang sahabat, apalagi tidak ada yang mengenalnya,TIDAK BISA DIJADIKAN HUJJAH

“`Al-Amidi (w. 631 H)“` salah seorang pakar Ushul Fiqih menyebutkan:

ويدل على مذهب الأكثرين أن الظاهر من الصحابي أنه إنما أورد ذلك في معرض الاحتجاج وإنما يكون ذلك حجة إن لو كان ما نقله مستندا إلى فعل الجميع لأن فعل البعض لا يكون حجة على البعض الآخر ولا على غيرهم
Menurut madzhab kebanyakan ulama’, perbuatan sahabat dapat menjadi hujjah jika didasarkan pada perbuatan semua sahabat. Karena perbuatan sebagian tidak menjadi hujjah bagi sebagian yang lain, ataupun bagi orang lain.
(Lihat :Al-Amidi; w. 631 H, Al-Ihkam fi Ushul al-Ahkam, hal. 2/99)

Jadi, kalau kita mau _fair_ ingin mengamalkan perbuatan sahabat;

mari kita Taraweh 20 rokaat, karena itu dilakukan oleh “`Sayyidina Umar bin Khottob“` dan disetujui semua sahabat.
Begitu juga Adzan Jumat 2x dilakukan dizaman “`Sayyidina Utsman bin Affan“`

Kalau Menempelkan kaki dengan kaki lain nya?
Hanya satu orang sahabat, dan tidak dikenal siapa dia, serta perbuatannya menyelisihi mayoritas sahabat.

Mana buktinya bahwa sahabat yang lain tidak menempelkan kaki dengan kaki temannya ?

Lihat bagaimana kata sang periwayat hadits, yaitu “`Anas bin Malik“`:

وَزَادَ مَعْمَرٌ فِي رِوَايَتِهِ وَلَوْ فَعَلْتُ ذَلِكَ بِأَحَدِهِمُ الْيَوْمَ لَنَفَرَ كَأَنَّهُ بغل شموس
Ma’mar menambahkan dalam riwayatnya dari Anas; jika saja hal itu (menempelkan kaki) saya lakukan dengan salah satu dari mereka saat ini, maka mereka akan lari sebagaimana keledai yang lepas.
[Ibnu Hajar, Fathu al-Bari, hal. 2/211]

Kenapa bisa begitu
“Ibnu Hajar al-Asqalani (w. 852 H)“` menuliskan:

الْمُرَادُ بِذَلِكَ الْمُبَالَغَةُ فِي تَعْدِيلِ الصَّفِّ وَسَدِّ خَلَلِهِ
(Yang dilakukan sahabat tersebut adalah) berlebih-lebihan dalam meluruskan shaf dan menutup celah.
[Ibnu Hajar, Fathu al-Bari, hal. 2/211]

Lalu, siapa yang pertama kali mengatakan bahwa menempelkan kaki dengan kaki itu adalah termasuk kesempurnaan sholat bahkan termasuk hal yang wajib ?

Dia adalah “`Ustadz Nashiruddin al-Albani

وقد أنكر بعض الكاتبين في العصر الحاضر هذا الإلزاق, وزعم أنه هيئة زائدة على الوارد, فيها إيغال في تطبيق السنة! وزعم أن المراد بالإلزاق الحث على سد الخلل لا حقيقة الإلزاق, وهذا تعطيل للأحكام العملية, يشبه تماما تعطيل الصفات الإلهية, بل هذا أسوأ منه
Sebagian penulis zaman ini telah mengingkari adanya _ilzaq (menempelkan mata kaki, lutut, bahu)_, hal ini bisa dikatakan menjauhkan dari menerapkan sunnah. Dia menyangka bahwa yang dimaksud dengan “ilzaq” adalah anjuran untuk merapatkan barisan saja, bukan benar-benar menempel. Hal tersebut merupakan ta’thil _(pengingkaran)_ terhadap hukum-hukum yang bersifat alamiyyah, persis sebagaimana ta’thil _(pengingkaran)_ dalam sifat Ilahiyyah. Bahkan lebih jelek dari itu.
(Al-Albani : Silsilat al-Ahadits as-Shahihah, hal. 6/77)

Jadi beliau menganggap bahwa orang yang mengatakan ilzaq adalah anjuran untuk merapatkan shof, bukan menempelkan kaki, adalah pendapat yang salah, karena bagi beliau ilzaq adalah menempelkan kaki, lutut, dan bahu.

Pendapat Ustadz Al-Albani bertentangan dengan pendapat Ulama Salafi (wahabi, ) yang lain.

“Ustadz Muhammad bin Shalih al-Utsaimin“` berkata:

أن كل واحد منهم يلصق كعبه بكعب جاره لتحقق المحاذاة وتسوية الصف, فهو ليس مقصوداً لذاته لكنه مقصود لغيره كما ذكر بعض أهل العلم, ولهذا إذا تمت الصفوف وقام الناس ينبغي لكل واحد أن يلصق كعبه بكعب صاحبه لتحقق المساواة, وليس معنى ذلك أن يلازم هذا الإلصاق ويبقى ملازماً له في جميع الصلاة.
Setiap masing-masing jamaah hendaknya menempelkan mata kaki dengan jamaah sampingnya, agar shof benar-benar lurus. Tapi menempelkan mata kaki itu bukan tujuan intinya, tapi ada tujuan lain. Maka dari itu, jika telah sempurna shaf dan para jamaah telah berdiri, hendaklah jamaah itu menempelkan mata kaki dengan jamaah lain agar shafnya lurus. “Maksudnya bukan terus menerus menempel sampai selesai shalat.”
(Lihat : Muhammad bin Shalih al-Utsaimin; w. 1421 H, Fatawa Arkan al-Iman, hal. 1/ 311)

Ustadz Abu Bakar Zaid (w. 1429 H / 2007 M,“` adalah salah seorang ulama Saudi yang pernah menjadi Imam Masjid Nabawi, dan menjadi salah satu anggota Haiah Kibar Ulama Saudi) :

وإِلزاق الكتف بالكتف في كل قيام, تكلف ظاهر وإِلزاق الركبة بالركبة مستحيل وإِلزاق الكعب بالكعب فيه من التعذروالتكلف والمعاناة والتحفز والاشتغال به في كل ركعة ما هو بيِّن ظاهر.
Menempelkan bahu dengan bahu di setiap berdiri adalah takalluf (memberat-beratkan) yang nyata. Menempelkan dengkul dengan dengkul adalah sesuatu yang mustahil, menempelkan mata kaki dengan mata kaki adalah hal yang sulit dilakukan. (La Jadida fi Ahkam as-Shalat hal. 13).

“`Abu Bakar Zaid“` melanjutkan:

فهذا فَهْم الصحابي – رضي الله عنه – في التسوية: الاستقامة, وسد الخلل لا الإِلزاق وإِلصاق المناكب والكعاب. فظهر أَن المراد: الحث على سد الخلل واستقامة الصف وتعديله لا حقيقة الإِلزاق والإِلصاق
Inilah yang difahami para shahabat dalam taswiyah shaf: Istiqamah, menutup sela-sela Bukan menempelkan bahu dan mata kaki. Maka dari itu, maksud sebenarnya adalah anjuran untuk menutup sela-sela, istiqamah dalam shaf, bukan benar-benar menempelkan.

Bahkan pendapat Ustadz Al-Albani juga bertentangan dengan pendapat Madzhab Hambali

“`Ibnu Rajab al-Hanbali (w. 795 H)“` :

حديث أنس هذا: يدل على أن تسوية الصفوف: محاذاة المناكب والأقدام
Hadits Anas ini menunjukkan bahwa yang dimaksud meluruskan shaf adalah lurusnya bahu dan telapak kaki.
(Lihat: Ibnu Rajab al-Hanbali; w. 795 H, Fathu al-Bari, hal.6/ 282).

Bagaimana sebenarnya cara merapatkan shof yang sempurna ?

وتعتبر المسافة في عرض الصفوف بما يهيأ للصلاة وهو ما يسعهم عادة مصطفين من غير إفراط في السعة والضيق اهـ جمل.الكتاب : بغية المسترشدين ص 140
“Disebutkan bahwa ukuran lebar shof ketika hendak sholat yaitu yang umum dilakukan oleh seseorang, dengan tanpa berlebihan dalam lebar dan sempitnya.”
(Bughyatul Mustarsyidin hal 140)

Umpama-pun mau menempelkan, “tempelkanlah bagian yang terluar dari tubuh kita saat berdiri,”
mana itu ?
Ya kalau berdiri normal, kalau berdiri normal hlo ya,

Bagian terluar dari tubuh kita yaitu pundak atau bahu kita
sesuai sabda Nabi Muhammad saw :

أَقِيمُوا الصُّفُوفَ وَحَاذُوا بَيْنَ الْمَنَاكِبِ وَسُدُّوا الْخَلَلَ وَلِينُوا بِأَيْدِي إِخْوَانِكُمْ وَلَا تَذَرُوا فُرُجَاتٍ لِلشَّيْطَانِ
”Luruskan shof, rapatkan pundak, dan tutup celah, serta perlunak pundak kalian untuk saudaranya, dan jangan tinggalkan celah untuk setan.”
(HR. Abu Daud no. 666)

"Perlunak pundak kalian untuk saudaranya” maksutnya adalah hendaknya dia berusaha agar pundaknya tidak mengganggu orang lain.

TerkaitHaruskah Menempelkan Jari Kaki Saat Shalat Berjamaah?

Jadi, sekali lagi, ayo pahami hadits secara Cerdas.

Salam Cerdas!

Wallahu a’lam bis showab.

Oleh: Gus Ahmad Rifa'i

Jadilah peran dalam suatu perjuangan umat dan jangan hanya jadi penonton, sungguh rugi diakhirnya nanti.