Sabtu, 24 November 2018

Hidup Sekedar Tiupan Fatamorgana - Tuangku Syeikh Muhammad Ali Hanafiah Arrabbani

tiupan ilahi kajian tuangku

Kehidupan yang dimiliki makhluk semenjak ia terlahir dimuka bumi, hingga berakhir pada kematian.bermula dari sebuah tiupan. Dan seluruh daripada kepunyaan dan kemampuan yang dimilikipun, berawal dari pada “sedikit pemberiannya". Namun si makhluk telah merasakan segalanya telah ia miliki. Padahal kekayaan yang ia dapati haynalah secuil debu dlpadang pasir, setitik air dalam lautan.

Sesungguhnya apabila mengetahui akan segala yang ia miliki pada hari ini, hanya berawal dari sedikit tiupan Ilahi. Maka tentunya ia tidak akan dapat menanggung rasa ketakjuban terhadap keagangan Allah SWT. Akal dan pikiran manusia pun tidak akan sanggup mencernanya. Begitulah, bila manusia dihadapkan pada kehebatan Tuhannya. Namun, banyak diantara kita yang telah kehilangan kesadaran diri ini.

Sebagian kita telah benyak terperangkap dangan keajaiban-keajaiban dunia, yang membuat jiwa terjebak kepada kekaguman akan keindahan duniawi. Mata uang dunia seakan lebih tinggi nilainya daripada mata hati yang haridemi hari makin terpojok dangan kebutuhan duniawi. Sungguh naif nasib manusia, yang menelantarkan kehidupan hakikinya sendiri. Karena jiwa-jiwa yang telah AIlahSWT tiupkan pada jasad-jasad dunia ini, hanyalah diperjalanan untuk memperbanyak bekal untuk menjalani kehidupan ibadi, yang mempunyai jalan yang sangat jauh untuk ditempuh. Bahkan mustahil dapat diukur oleh jarak apapun didunia ini.

Sedangkan, bagi orang-orang yang mempunyai jiwa yang selalu berdampingan dengan kesadaran terhadap kehidupah hakiki, akan berusaha semaksimal mungkin untu memanfaatkan sedikit “tiupan ilahi"yang ada pada dirinya. Yakni, dengan menjauhi hatinya dari pandangan-pandangan fatamorgana dunia, yang menyembunyikan kebusukan-kebusukan jebakan duniawi dan kelak menjauhkan dirinya daripada panggilan kebenaran Tuhannya.

Setiap manusia pastilah mempunyai pengetahuan akan akhir daripada hidup ini, yakni mati. Namun, anehnya banyak jua diantara kita yang masih berbuat dimuka bumi ini, seakan ia hidup seribu tahun lagi. Seolah jiwa yang ditiupkan oleh Allah, akan selalu menghubungi raganya. Padahal sudah berjuta kuburan yang terbentang dipermukaan bumi ini yang membuktikan kehidupan dunia ini hanyalah sekedar sebuah cerpen.

Namun sayang sekali. masih ada diantara kita yang tanpa sadar menjalani dunia seakan serentetan cerita bersambung yang mempunyai episode-episode yang panjang tanpa akhirnya. Sehingga ditengah jalan, ketika maut mulai menjangkau, barulah kita tersadar dari angan-angan yang selama ini yang telah tercipta dari keindahan-keindahan dunia ini.

Ingatlah. “tiupan Ilahi” adalah jiwa-jiwa yang hidup didunia. supaya apa yang terdapat dari perjalanan dunianya menjadi tarbiyah atau pelajaran yang berharga kelak untuk mengarungi kehidupan yang sebenarnya.

'Dan tidaklah Ku ciptakan jin dan manusia jikalau tidak untuk menyembah-Ku'. (Az-Zariat ayat 56). Kata-kata bukan saja diartikan sebagai mengabdi, namun lebih luas artinya. Yakni segala pekerjaan dan tindak tanduk kita hanyalah semata-mata wujud dari kehambaan yang selalu bergantung pada Tuhannya.

Kembali kita pada uraian diatas, hanyalah orang-orang yang takjub dengan Tuhannya saia yang sanggup mengabdi kepada-Nya. Yaitu, orang-orang yang mempunyai kesadaran akan kehebatan tiupan Ilahi pada dirinya serta menyadari sepenuhnya dunia ini adalah penggalan cerita pendek yang pasti ada akhirnya. Sedangkan bagi orang-orang yang lebih takjub terhadap dunia, maka ia akan mengabdi pada dunia, memperbudak dirinya sendiri lantaran segala keinginan-keinginan duniawinya. Padahal ianya hanyalah sekedar tiupan fatamorgana.

Kajian berikut:

Jadilah peran dalam suatu perjuangan umat dan jangan hanya jadi penonton, sungguh rugi diakhirnya nanti.