Senin, 20 Maret 2017

Dialog Penentuan Awal Ramadhan DR. Abdul Karim Amarullah Dengan Syaikh Paseban

dialog awal ramadhan  DR. abdul karim syaikh paseban

Syaikh.DR. Abdul Karim Amarullah Atau Inyiak Rasul atau Inyiak DeEr adalah seorang ulama besar Minangkabau, ayah dari Buya Hamka, adalah tokoh pembaharu dalam sejarah Islam Minangkabau, beliau berguru kepada Syaikh Ahmad Khatib Al-Minangkabawi di Mekkah, seperguruan dengan KH. Hasyim Asyari dan KH. Ahmad Dahlan.

Beliau berpaham moderat ( Wahabi ) yang sangat keras sekali dengan hal-hal yang berbau mistis, atau ajaran tarekat sufi, dan hal itu juga menurun kepada Buya HAMKA di awal awal kehidupannya. Namun Alhamdulillah Buya HAMKA telah berbaiat kepada Abah Anom ( Mursyid Tarekat Qodiriyah Wa Naqsabandiyah ) di masa masa akhir hayat beliau, ARTINYA BELIAU JUGA SEORANG SUFI atau seorang ulama Tasawuf.

Inyiak Rasul yang merupakan ulama dari golongan muda, mengkritik kebiasaan mancaliak bulan untuk menentukan awal dan akhir Ramadhan yang sering dilakukan oleh kelompok Islam konservatif (Syattariyyah).

Menurut Inyiak Rasul, kebiasaan itu sangat berbahaya dan tidak berlaku lagi di zaman sekarang, karena sekarang telah tercipta ukuran waktu yang akurat yaitu “kalender” sehingga telah dapat diketahui awal dan akhirnya Ramadhan.

Namun, pendapat Inyiak Rasul tersebut di tolak secara halus oleh Syekh Paseban. Syekh Paseban mengatakan sangat ingin cara yang mudah tersebut, ia pun mengakui bahwa kegiatan mancaliak bulan sangat berbahaya, namun sebelumnya, terlebih dahulu ia meminta kepada Inyiak Rasul untuk membunyikan hadits Rasulullah SAW yang menyebutkan bahwa untuk mengetahui awal dan akhir Ramadhan cukup dengan hanya melihat kalender (ilmu hisab), tidak melihat bulan.

Mendengar tanggapan Syekh Paseban tersebut, Inyiak Rasul terdiam karena memang tidak ada hadits yang menyebutkan hal itu. Dan akhirnya seluruh penduduk mengikut Syekh Paseban.

Dialog Inyiak Rasul Dengan Syaikh Paseban

Maka diundangnya Syekh Paseban ke kantornya menghadiri pertemuan itu. Dalam pertemuan itu, mula pertama memberi pengajian Inyiak Rasul. Dalam pengajian itu akhirnya sampai ke soal puasa “Yang kita sayangkan di masa sekarang zaman telah maju tetapi sebahagian kita masih suka juga di zaman bodoh. Apa sebabnya? Kalau dahulu kita akan masuk puasa tilik dahulu bulan, kalau sudah tampak baru kita puasa. Melihat bulan itu ke tempat yang tinggi, ke atas bukit, itu pekerjaan berbahaya mendatangkan penyakit. Mana contohnya? Kita pergi ke atas bukit di situ tidak ada dangau tempat berteduh. Dalam kita menanti-nanti bulan, ada badai gadang dan hujan, dangau tidak ada, terpaksalah basah kuyub tiba di rumah. Padahal sekarang telah ada almanak, telah tentu satu Ramadhan, tidak mendaki bukit dan tidak berhujan-hujan dan tidak kedinginan. Tidaklah bodoh namanya itu yang mudah sudah ada kita pakai juga yang sukar lagi berbahaya.”

Maka mengusul Syekh Paseban kata beliau “itu keterangan tuanku betul. Ya, masih bodoh juga sebahagian kami betul itu. Berbahaya pergi melihat bulan itu ke tempat yang tinggi ke atas bukit, tempat yang sunyi tidak ada dangau, kalau tiba badai dan hujan lebat ya bangkai dingin dibuatnya. Maka mendengar keterangan tuanku ingin pula hati kami kepada yang mudah itu. Tetapi sebelum kami pindah kepada yang mudah itu kami ingin dahulu mendengar hadits Nabi Muhammad yang menyuruh memasuki puasa dengan melihat hisab.” Mendengar usul dari Syekh Paseban itu maka Inyiak Rasul terdiam sebab tidak ada haditsnya yang menyuruh memasuki puasa dengan melihat hisab.

(Inilah Sejarah Ringkas Syekh Paseban Assyattari Rahimahullah Taala Anhu: Hal. 26-27).

Selanjutnya:

Jadilah peran dalam suatu perjuangan umat dan jangan hanya jadi penonton, sungguh rugi diakhirnya nanti.