Minggu, 10 Desember 2017

Tarekat Menurut Habib Lutfi bin Yahya, Thariqah dan Syariat Tidak Bisa Dipisahkan


Ma’rifat adalah “mengerti dan mengenal”. Mengerti belum tentu mengenal, tapi kalau mengenal sudah pasti mengerti. Jadi ma’rifat di sini adalah mengenal Allah Swt, seperti halnya kita mengetahui sifat-sifatNya, baik yang wajib, mustahil dan jaiz. Tapi pengenalan itu baru pondasi. Untuk mengenal lebih jauh kita harus sering-sering mendekati Allah Swt. agar Allah juga mendekat dengan kita.
Makhluk Allah banyak yang mengerti tapi tidak mengenal Allah. Dengan ilmu ma’rifat ini, kita belajar mengenal Allah dan Allah pun akan mengenali kita. Tapi tidak semudah yang kita bayangkan, diperlukan ritual-ritual khusus untuk bisa lebih dekat dengan Allah dan agar kita juga tidak lalai dengan Allah.

Bila dalam mengenal Allah kita sudah dapat saling mengenal, berarti kita sudah semakin dekat dengan Allah. Tapi pasti pengenalan seseorang dengan Allah berbeda-beda, tergantung dengan tahapan-tahapannya. Itulah pentingnya wirid untuk mencapai tingkatan kema’rifatan yang tinggi.
Sebenarnya dalam thariqah yang dikhususkan adalah cara membersihkan hati, tashfiyatulqulub atau tazkiyatunnufus. Sedangkan bacaan-bacaannya (wiridan) adalah sebagai nilai tambahan untuk pendekatan kepada Allah Swt.

Thariqah sebagian besar adalah mengamalkan kalimat “La ilaha illallah” atau kalimat “Allah” sebanyak-banyaknya sesuai ketentuan oleh thariqah itu sendiri. Ada yang mewiridkan secara sirr (dalam hati atau pelan) dan ada pula yang mewiridkannya secara jahr (keras).

Wirid yang paling baik sebenarnya adalah membaca al-Quran, karena dalam hadits dijelaskan bahwa “Barangsiapa ingin berdialog dengan Allah, maka bacalah al-Quran”. Dialog dengan Tuhan adalah wirid yang paling indah. Kemudian membaca kalimat thayibah seperti lafadz “La ilaha illallah”, maka Allah akan menjamin surga bagi para pembaca kalimat tersebut. Kemudian lafadz-lafadz yang lainya seperti istighfar, shalawat, tahmid, tasbih, asmaul husna, karena itu semua juga adalah kalimat-kalimat yang sering dibaca oleh Rasulullah Saw. dan kalimat-kalimat tersebut adalah kalimat yang biasa dibaca oleh para jamaah thariqah.

Memang tidak dapat kita pungkiri bahwa, thariqah juga amalan yang tidak gampang untuk dijalani. Karena apabila terjadi kelalaian dalam pengerjaannya kita akan berdosa, sebab amalan dalam thariqah adalah suatu keharusan (kewajiban) untuk dikerjakan. Tapi kalau dilihat dari segi positifnya memang thariqah tersebut adalah proses kita untuk lebih mengenali Allah.

Disamping itu, thariqah dapat melepaskan kedua penyakit hati yang ada pada diri kita; untuk mengatasi kealpaan dalam hati dan menghilangkan noktah atau kotoran yang ada. Sebab amalan dalam thariqah adalah kewajiban maka orang akan berhutang apabila tidak mengerjakan amalan tersebut, dan akan mengerjakannya walaupun dalam keadaan apapun. Dan thariqah juga dapat menghapus hijab pembatas yang terdapat dalam dirinya yang mengakibatkan sifat lalai serta banyak lupa kepada Allah Swt.

Kalau seseorang ingin hatinya bersih dan membersihkan hati setidaknya orang tersebut mempunyai ketertarikan terhadap thariqah tersebut, karena kalau dilihat dari fungsi thariqah adalah menghapuskan kotoran dalam hati dengan selalu mengamalkan dzikirnya. Karena dari dzikir tersebut orang akan selalu tenang dan sabar dalam menghadapi setiap masalah yang ia hadapi, karena orang tersebut akan selalu merasa dekat dengan Allah.

Kaitan Thariqah dan Syariat
Kalau kita pahami lebih lanjut, thariqah dan syariat sebenarnya memang tidak dapat dipisahkan, karena tujuan keduanya sama yaitu mendekatkan diri kepada Allah Swt. Karena ketika seseorang berthariqah tetapi ia meninggalkan syariat, maka itu juga salah karena ia telah meninggalkan kewajibannya.

Thariqah adalah buah dari syariat. Jadi kalau berthariqah tidak boleh lepas dari pintunya dahulu yaitu syariat. Karena syariatlah yang mengatur tentang kehidupan kita, dengan menggunakan hukum, dari mulai aqidah, keimanan, keislaman, sehingga kita beriman kepada Allah, malaikat, kitab Allah, para rasul, hari akhir, takdir yang baik dan buruk. Dan dengan syariat pula kita mengetahui rukun Islam, yaitu dua kalimat syahadat, shalat, puasa, zakat dan haji.

Setelah kita dapat menjalankan syariat dengan baik, dan kita sudah memgetahui hukum-hukum dalam syariat maka kita baru menuju pada tingkatan yang lebih tinggi, yaitu menuju thariqah dan belajar untuk mengenal Allah. Maksudnya bahwa thariqah adalah tingkatan bagi orang yang sudah cukup ilmunya, terutama yang sudah diwajibkan syariat. Karena tidak semua orang langsung dapat menuju pada tingkat thariqah.

Orang yang menuju thariqah haruslah mengetahui Allah, seperti mengetahui tentang sifat wajib dan mustahil Allah, dan juga mengetahui sifat mumkin (jaiz) Allah. Orang tersebut juga mengetahui tentang hukum-hukum dalam beribadah, seperti rukun wudhu, rukun iman, hal-hal yang membatalkan wudhu, rukun shalat serta hal-hal yang membatalkan dalam shalat. Dan juga orang tersebut dapat membedakan mana yang halal dan yang haram. Bilamana hal-hal tersebut sudah dapat terpenuhi maka tidak ada salahnya apabila orang tersebut masuk ke dalam thariqah.
Antisipasi dalam Berthariqah.

Perlu diketahui juga bahwa sufisme itu sudah tidak asing lagi di kalangan kita, dan telah menjadi warna di kota-kota besar di beberapa negara. Jika kita tertarik pada thariqah atau perkumpulan dzikir tertentu, kita juga harus mengetahui tentang perkumpulan tersebut. Karena di jaman sekarang banyak organisasi-organisasi yang mengatasnamakan Islam untuk kepentingan mereka dan menyelewengkan tentang hukum-hukum yang telah ditetapkan.

Maka untuk mengantisipasi hal tersebut, yang perlu kita lakukan adalah seperti apakah thariqah tersebut dan siapakah yang memimpin thariqah tersebut. Meskipun dalam dzikir yang dibaca itu memang dari Rasulullah Saw., namun terkadang ada kelompok yang menyelewengkannya atau menyimpang dari ajaran sehingga keluar dari jalan yang benar dan menyesatkan.

Pada thariqah yang kita perlu ketahui dahulu adalah alirannya, semissal thariqah Qadiriyah, Syadziliyah, Syatariyah dan lain sebagainya. Menurut data yang ada pada Jam’iyyah Ahlit Thariqah al-Mu’tabarah An-Nahdliyyah (JATMAN), jumlah thariqah yang diakui itu ada sekitar 45 thariqah. Penegasan muktabar atau tidaknya sebuah thariqah tentu harus melalui suatu penelitian. Pertama dari ajarannya, kemudian dari ketentuan wiridnya tergolong ma’tsur atau tidak, dan yang ketiga memiliki silsilah atau mata rantai dengan guru yang jelas hingga pada pendiri thariqah tersebut.

Guru thariqah yang merupakan guru ruhani itu haruslah orang yang mengerti tentang agama. Jika tidak mengerti maka bisa diragukan kapasitas keguruannya. Sebab bagaimana ia bisa memimpin suatu organisasi ritual dan keruhanian sementara ia tidak mengerti tentang agama? Sebab orang yang telah menapak jalur thariqah haruslah sudah sempurna syariatnya dan guru tersebut juga telah menjalankan semua kewajiban agama bahkan termasuk shalat sunnahnya. Hal ini juga terkait dengan akhlak sang guru. Seseorang dianggap mengerti tentang ilmu agama minimal bisa dilihat dari bacaan al-Qurannya. Sebab seorang ulama diukur pertama kalinya dari pemenuhan syarat menjadi imam shalat antara lain dari kefasihannya membaca ayat-ayat al-Quran.

Memang dalam kenyataannya, terkadang banyak orang yang bingung tentang thariqah, ada yang ingin masuk tetapi belum sampai pada tingkatan tersebut dan juga belum mengetahui tentang pentingnya berthariqah. Perlu kita ketahui, jika kita masuk pada thariqah maka keimanan kita akan terbimbing. Disitulah peran para guru mursyid, sehingga tingkatan tauhid kita, ma’rifat kita tidak salah dan tidak sembarangan menempatkan diri sebab ada bimbingan dari mursyid tersebut.
Antara Berthariqah dan Tidak.

Bagaimana dengan orang yang tidak berthariqah? Syarat berthariqah itu harus mengetahui syariatnya dahulu, artinya kewajiban-kewajiban yang harus dimengerti oleh setiap individu sudah dapat dipahami. Diantaranya hak Allah Swt., lalu hak para rasulNya. Setelah kita mengenal Allah dan RasulNya kita perlu meyakini apa yang telah disampaikannya, seperti rukun Islam, yaitu membaca syahadat, mengerjakan shalat, melaksanakan puasa, berzakat bagi yang cukup syaratnya, serta naik haji bagi yang mampu. Begitu juga mengetahui rukun iman, serta beberapa tuntunan Islam seperti shalat, wudhu dan lain-lain.

Orang yang menempuh jalan kepada Allah dengan sendirinya, tentu tidak sama dengan orang yang menempuh jalan kepada Allah secara bersama-sama yaitu melalui seorang mursyid. Sebagai contoh kalau kita ingin ke Mekkah dan kita belum pernah ke Mekkah dan belum mengenal Mekkah, tentu berbeda dengan orang yang datang ke tempat tersebut dengan disertai pembimbing atau mursyid.
Orang yang tidak mengenal sama sekali tempat tersebut, karena meyakini berdasarkan informasi dan kemampuannya maka itu sah-sah saja. Namun bagi orang yang disertai mursyid akan lebih runtut dan sempurna, karena pembimbing tadi sudah berpengalaman dan akan mengantar ke rukun yamani, sumur zamzam, makam Ibrahim, dan lain-lain. Meski orang tersebut sudah sampai ke Ka’bah namun apabila tidak tahu rukun yamani, dia tidak akan mampu untuk thawaf karena tidak tahu bagaimana memulainya.

Jadi dapat disimpulkan bahwa seseorang yang ingin berthariqah haruslah melalui para guru atau mursyid, agar jalan yang ditempuh dapat berjalan dengan baik dan bisa mendekatkan diri kepada Allah sedekat mungkin.

Agama Islam adalah agama yang fleksibel, yaitu maksudnya bahwa agama Islam tidak memberatkan kepada umatnya tentang suatu ibadah. Dalam arti orang Islam melakukan suatu ibadah itu menurut kemampuannya masing-masing, karena kemampuan seseorang dengan orang yang lain tentu berbeda-beda. Itulah sebabnya mengapa tingkatan-tingkatan seseorang dalam beribadah kepada Allah pun berbeda-beda pula. Memang tujuannya sama, yaitu untuk mendekatkan diri kepada Allah, akan tetapi tentu hasilnya akan berbeda menurut dengan usaha yang dilakukan.

Dalam beribadah tentu sekelompok orang memiliki cara yang berbeda-beda dalam mencapai kesempurnaan untuk dapat mengerti Allah dan dekat dengan Allah Swt. Cara-cara tersebut sah-sah saja asal tidak keluar dari jalur yang telah ditentukan oleh syariat, dan tidak menyesatkan.
Kaitan Thariqah dan Tasawuf.

Tasawuf adalah salah satu usaha peniadaan diri, yaitu menyerahkan seluruh jiwa dan raga hanya untuk mengabdi kepada Allah Swt. Itulah cara yang kebanyakan ditempuh oleh seorang sufi, melalui ritual-ritual khusus dan amalan-amalan yang berbeda-beda pula. Amalan-amalan tersebut ditunjukan untuk menyanjung Allah dan mengakui kebesaran Allah Swt. Allah adalah Dzat yang Mahapengasih dan penyayang. Barangsiapa yang ingin berusaha dengan sungguh-sungguh pasti Allah akan mengabulkannya.

Thariqah itu min ahli la ilaha illallah, dimana ajarannya mencermikan setelah kita iman dan Islam lalu ihsan. Makna ihsan dalam hal ini adalah menyembahlah kepada Allah seolah-olah kita melihat Allah. Kalau tidak mampu, kita harus yakin bahwa kita sedang dilihat Allah Swt. Dengan merasa didengar dan dilihat oleh Yang Maha Kuasa, itu akan mengurangi perbuatan-perbuatan yang merugikan dirinya sendiri apalagi kepada orang lain. Karena kita malu, takut kepada Yang Maha Kuasa.

Tasawuf itu sendiri berfungsi untuk menjernihkan hati dan membersihkan hawa nafsu dari berbagai sifat yang dimiliki manusia, utamanya sifat kesombongan yang disebabkan oleh banyak hal. Jika ajaran tasawuf itu diamalkan, tidak ada yang namanya saling dengki dan saling iri, justeru yang muncul adalah saling mengisi.

Tasawuf itu buah dari thariqah. Pakaian thariqah adalah tasawuf yang bersumberkan dari akhlak dan tatakrama (adab). Contohnya, orang masuk kamar mandi dengan kaki kiri terlebih dahulu, masuk masjd mendahulukan kaki kanan, dll. Itu semua ajaran tasawuf. Contoh lain, sebelum makan baca Basmalah dan setelah selesai baca Hamdalah. Apa yang diajarkan dalam tasawuf sebagai bentuk rasa terimakasih kepada yang memberi rejeki. Kita ambil satu butir nasi yang terjatuh, karena kita sadar bahwa kita tidak bisa membuat butir nasi, lalu kita bersyukur. Itu semua ajaran tasawuf.

Nah, kalau syariat itu terbatas. Maka jika syariat yang diberlakukan, orang mabuk tidak boleh berdekatan dengan orang Muslim. Kalau tasawuf tidak demikian, mereka harus diajak bicara, mengapa mereka mabuk. Kita tidak boleh tunduk dengan pejabat karena ada alasan tertentu, akan tetapi kita wajib menjaga wibawa pejabat di hadapan umum, sekalipun dengan pribadi kita ada ketidakcocokan. Akan tetapi jangan asal tabrak. Ini semua juga ajaran tasawuf.
Berthariqah dan Batasan Usia.

Jika belajar dzikir kepada Allah Swt. menunggu sudah tua, iya kalau umurnya sampai tua. Bagaimana kalau masih muda meninggal? Yang terpenting adalah mereka mengerti tata urutan berthariqah, mengerti syarat dan rukunnya dulu seperti masalah wudhu dan shalat, mengerti sifat wajib, jaiz dan mustahil Allah, mengetahui halal dan haram.

Kalau menertibkan hati menunggu tua, nanti terlanjur hati berkarat tebal. Maka sejak usia muda seyogyanya mereka mulai mengamalkan ajaran thariqah, seperti MATAN (Mahasiswa Ahlit Thariqah An-Nahdliyyah).

Apakah boleh mengikuti baiat thariqah, padahal masih belajar ilmu syariat? Setiap Muslim tentu boleh, bahkan harus, berusaha menjaga serta meningkatkan kualitas iman dan Islam di hatinya dengan berbagai cara. Salah satunya dengan berthariqah. Namun berthariqah sendiri bukan hal yang sangat mudah. Karena, sebelum memasukinya, seseorang harus terlebih dulu mengetahui ilmu syariat. Tapi juga bukan hal yang sangat sulit, seperti harus menguasai seluruh cabang ilmu syariat secara mumpuni.

Yang diprasyaratkan untuk masuk thariqah hanya pengetahuan tentang hal-hal yang paling mendasar dalam ilmu syariat. Dalam aqidah, misalnya, ia harus sudah mengenal sifat wajib, mustahil dan jaiz bagi Allah. Dalam fiqih, ia sudah mengetahui tata cara bersuci dan shalat, lengkap dengan syarat, rukun, dan hal-hal yang membatalkannya, serta hal-hal yang dihalalkan atau diharamkan oleh agama.
Jika dasar-dasar ilmu syariat sudah dimiliki, ia sudah boleh berthariqah. Tentu saja ia tetap mempunyai kewajiban melengkapi pengetahuan ilmu syariatnya yang bisa dikaji sambil jalan. Syariat lainnya adalah umur yang cukup (minimal 8 tahun), dan khusus bagi wanita yang berumah tangga harus mendapat izin dari suami. Jika semuanya sudah terpenuhi, saya mengimbau segeralah ikut thariqah.

Semua thariqah, asalkan mu’tabarah, ajarannya murni dan silsilahnya bersambung sampai Rasulullah Saw., sama baiknya. Karena semua mengajarkan penjagaan hati dengan memperbanyak dzikrullah, istighfar dan shalawat. Yang terpenting, masuklah thariqah dengan niat agar kita bisa menjalankan ihsan. Jangan masuk thariqah karena khasiatnya atau karena cerita kehebatan guru-guru mursyidnya.

(Sumber: dikompilasi dari ceramah-ceramah Maulana Habib Luthfi bin Yahya).

Oleh: Khalid Khalidin


Jadilah peran dalam suatu perjuangan umat dan jangan hanya jadi penonton, sungguh rugi diakhirnya nanti.