Minggu, 05 Februari 2017

Seorang Sufi Memahami Muridnya Lahir Batin - Kisah Syaikh Abu Yazid Bustami


Nama lengkapnya adalah Abu Yazid Taifur bin Isa Surusyan, juga dikenal dengan Bayazid. Dia dikenal sebagai salah seorang sufi kenamaan Persia abad ke-III dari Bistam wilayah Qum, lahir pada tahun 874 M dan wafat pada usia 73 tahun.

Ayah Abu Yazid al-Bustami adalah seorang pemimpin di Bistam dan ibunya seorang yang zahid, sedangkan kakeknya seorang Majusi yang memeluk Islam dan menganut madzhab Hanafi. Ibunya juga seorang zahid, dan Abu Yazid al-Bustami amat patuh kepadanya.

Abu Yazid al-Bustami mengatakan “Dua belas tahun lamanya aku menjadi penempa; besi bagiku. Kulempar diriku dalam tungku riyadhah. Kubakar dengan api mujahadah. Kuletakkan di atas alas penyesalan diri sehingga dapatlah kujumpai sebuah cermin diriku sendiri. Lima tahun lamanya aku menjadi cermin diriku yang selalu kukilapkan dengan bermacam-macam ibadah dan ketaqwaan. Setahun lamanya aku memandang cermin diriku dengan penuh perhatian, ternyata diriku kulihat terlilit sabu takabbur, kecongkakan, ujub, riya’, ketergantungan kepada ketaatan dan membanggakan amal. Kemudian aku beramal selama lima tahun sehingga sabuk itu putus dan aku merasa memeluk Islam kembali. Kupandang para mahluk dan aku lihat mereka semua mati, sehingga aku kembali dari jenaah mereka semua. Aku sampai kepada Allah dengan pertolonganNya tanpa perantara mahluk”.

Pengalaman Abu Yazid al-Bustami yang ucapannya (pada saat sukr) kadang-kadang sulit dipahami oleh orang awam, menyebabkan sebagian ulama menentangnya, sehingga ia sementara waktu pernah mengasingkan diri di Bistam. Ia pun meninggal di tempat pengasingannya.260H. /874M. makamnya yang terletak di tengah kota itu, banyak diziarahi pengunjung. Pada tahun 713 H/1313 M.,di atas makamnya dibangun sebuah kubah atas perintah Sultan Mongol.

Syaikh Abu Yazid Mengajar sang murid
Suatu saat, muridnya itu mengadu kepada Abu Yazid, “Guru, aku sudah beribadah tiga puluh tahun lamanya. Aku shalat setiap malam dan puasa setiap hari, dan aku tinggalkan syahwatku, tapi anehnya, aku belum menemukan pengalaman ruhani yang Guru ceritakan.
Aku belum pernah saksikan apa pun yang Guru gambarkan.
Abu Yazid menjawab, “Sekiranya kau puasa dan beribadah selama tiga ratus tahun pun, kau takkan mencapai satu butir pun dalam ilmu ini.”
Murid itu heran, “Mengapa, ya Tuan Guru?”
“Karena kau tertutup oleh dirimu,” jawab Abu Yazid.
“Apakah ini ada obatnya, agar hijab ini tersingkap?” tanya sang murid.
“Boleh,” ucap Abu Yazid, “tapi kau takkan melakukannya.”
“Tentu saja akan aku lakukan,” sanggah murid itu.
“Baiklah kalau begitu,” kata Abu Yazid, “sekarang pergilah ke tukang cukur, cukurlah (rambut) kepalamu dan jenggotmu, tanggalkan pakaianmu, pakailah baju yang lusuh dan compang-camping."
Gantungkan di lehermu kantung berisi kacang. Pergilah kau ke pasar, kumpulkan sebanyak mungkin anak-anak kecil di sana.
Katakan pada mereka dengan lantang “Hai anak-anak, barangsiapa di antara kalian yang mau menampar aku satu kali, aku beri satu kantung kacang.”
Lalu datangilah (juga) pasarmu (di mana) jamaah kamu sering mengagumimu."
“Subhanallah, Kau mengatakan ini padaku, apakah ini baik untuk kulakukan?“, kata murid itu terkejut.
Abu Yazid berkata, “Ucapan tasbihmu itu adalah syirik.”
Murid itu keheranan, “Mengapa bisa begitu?”
Abu Yazid menjawab, “Karena (kelihatannya kau sedang memuji Allah, padahal sebenarnya) kau sedang memuji dirimu."
murid itu berkata, “Aku tidak mampu melakukannya, tunjukkan aku cara lain yang bisa kulakukan.”
Abu Yazid berkata: " Mulailah dengan hal ini sebelum yang lain, sampai perasaan agungmu hilang, dan dirimu merasa rendah, lalu akan kuberitahu apa apa yang baik bagimu."
Sang murid menjawab: "Aku tidak mampu melakukannya."
Abu Yazid berkata: Kau memang takkan mampu melakukannya!”
(Sumber: Taqdiisul Asykhosh Fil Fikris Shufiy, Jilid 1, hal 431)

Jadilah peran dalam suatu perjuangan umat dan jangan hanya jadi penonton, sungguh rugi diakhirnya nanti.