Selasa, 04 Desember 2018

Ustadz Abdul Somad Tentang Sistem Harta Warisan di Minangkabau

abdul somad sistem harta warisan minangkabau

SISTEM WARISAN HARTA BUDAYA MINANGKABAU

Gagal Paham terhadap Sistim warisan harta menurut budaya minangkabau banyak menimbulkan pandangan negatif melemahkan kaum laki minangkabau yang tidak mempunyai hak dan bertentangan dengan hukum Islam yang notabene "Adat basandi syara, Syara basandi Kitabullah" dan sebagainya.

Minangkabau mempunyai budaya berdasarkan garis keturunan Ibu yang sebut dengan Matrilineal. Warisan menurut budaya Minangkabau dikenal dengan SAKO, PUSAKO DAN SANGSAKO.

Untuk menghindari gagal paham terhadap budaya minangkabau perlu dikemukakan atau mengetengahkan Istilah PUSAKO yang berorientasi pada harta benda berupa materi seperti sawah ladang, rumah gadang, emas perak dan lain-lain.

Berdasarkan sumbernya secara umum harta di Minangkabau dibagi 4 yaitu :

1. Harta Pusaka Tinggi.

Harta pusaka tinggi adalah harta yang diwarisi secara turun temurun dari beberapa generasi menurut garis keturunan ibu. Adanya harta pusaka tinggi berkaitan dengan sejarah lahirnya kampuang dan koto yang diikuti dengan membuka sawah ladang sebagai sumber kehidupan dan diakui secara adat berdasarkan Suku atau Marga. Pembukaan tanah untuk sawah ladang inilah ditetapkan sebagai usaha nenek moyang yang diwarisi oleh generasi sekarang dan paling kurang setelah lima generasi disebut sebagai harta pusaka tinggi.

Harta pusaka tinggi dikatakan juga pusako basalin (pusaka bersalin), karena persalinan terjadi dari generasi ke generasi selanjutnya berdasarkan garis ibu, dari Mamak turun Kemenakan dan dikelola oleh Bundo Kanduang atau Kaum ibu di minangkabau.

Pusako tinggi di Minangkabau adalah ""Dikuasai oleh mamak dan dikelola oleh kaum ibu, jadi jelas bahwa kaum ibu atau Bundo Kanduang berfungsi sebagai pewaris Hibah dalam Kaum atau suku""
Maka dengan demikian menurut tatanan budaya minangkabau Harta pusako tinggi tidak dapat di perjualbelikan karena ada semacam kesepakatan moyang bahwa Pusako tinggi adalah "Hibah dalam Kaum" sebagai perlindungan terhadap kaum ibu atau Bundo Kanduang.

Dalam keadaan sangat terpaksa suatu kaum sangat membutuhkan biaya harta pusako tinggi hanya boleh di Gadai atau Pinjam pakai untuk keperluan 3 hal :
1. Mayat terbujur di rumah gadang,
2. Rumah gadang ketirisan dan
3. Gadis besar belum bersuami.

2. Harta Pusaka Rendah

Harta pusaka rendah adalah harta yang bersumber dari nenek atau beberapa generasi diatas nya yang diperoleh melalui pencaharian, pembelian dan/atau sumber lainnya dalam istilah adat nya adalah tembilang emas berupa Sawah, ladang atau harta benda lainnya.
Harta ini boleh diperjualbelikan oleh ahli waris yang bersangkutan atau dibagi menurut yang berhak menerima nya dan diberlakukan "HUKUM ISLAM"
Tapi real kenyataannya, lelaki diminangkabau telah mengakar budaya bahwa kaum ibu adalah kaum yang lemah maka harta yang diperoleh dari orang tua nya di wakafkan ke adik perempuan sebagai Palito rumah gadang, tempat berkumpul secara keluarga, adat atau bersama menurut Bundo Kanduang.

3. Harta pencaharian

Harta pencaharian yaitu harta yang diperoleh dengan tembilang emas. Harta pencaharian adalah harta pencaharian suami istri yang diperolehnya selama perkawinan. pencaharian yang diperoleh dengan membeli atau dalam istilah adatnya disebut tembilang emas berupa sawah, ladang, kebun dan lain-lain. Bila terjadi perceraian maka harta pencaharian ini dapat mereka bagi, tetapi kalau di wariskan sama anak yang bersangkutan maka yang diberlakukan adalah ""HUKUM ISLAM""

4. Harta Bawaan

Harta bawaan adalah harta yang dimiliki oleh seseorang, baik oleh suami maupun istri sebelum terjadinya perkawinan. Setelah terjadi perkawinan status harta ini masih milik masing-masing. Jadi harta bawaan ini merupakan harta pembawaan dari suami dan harta istri, dan merupakan harta tepatan. Karena harta ini milik “surang” atau milik pribadi, maka harta itu dapat diberikannya kepada orang lain tanpa terikat kepada suami atau istrinya. Oleh sebab itu dalam adat dikatakan “surang atau seorang baragiah, pancaharian dibagi” (seorang dapat diberikan, pencaharian dapat dibagi). Maksudnya milik seorang dapat diberikan kepada siapa saja, tetapi harta pencaharian bisa dibagi bila terjadi perceraian.

Selanjutnya:

Jadilah peran dalam suatu perjuangan umat dan jangan hanya jadi penonton, sungguh rugi diakhirnya nanti.